Mengapa perilaku LGBT lebih buruk dari zina?

Mengapa perilaku LGBT lebih buruk dari zina?

ilustrasi: LGBT (foto: daily beast)

Suaramuslim.net – LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) termasuk perilaku yang jelas-jelas menyimpang, baik ditinjau dari akal sehat maupun ajaran agama. Secara akal, perbuatan buruk ini tidak dilakukan oleh hewan. Sedang menurut ajaran agama, perbuatan ini dilaknat.

Misalkan dalam ajaran Kristen disebutkan bahwa Allah merancang agar hubungan seks dilakukan hanya di antara pria dan wanita, dan hanya dalam ikatan perkawinan (Kejadian 1:27, 28; Imamat 18:22; Amsal 5:18, 19). Karena itu, Alkitab mengutuk percabulan, yang mencakup perilaku homoseksual maupun heteroseksual terlarang. (Galatia 5:19-21).

Sedang dalam Islam, rasa ketertarikan romantis dan atau seksual atau perilaku antara individu berjenis kelamin atau gender yang sama sangat dilarang. Hal ini dijelaskan dalam kisah Nabi Luth yang umatnya suka dengan sesama jenis.

Allah berfirman: ”Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?” Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri.” Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.” (Al-Araf: 80-84).

Para ulama menjelaskan bahwa ayat ini terkait dengan perbuatan laknat yang tidak mungkin ditafsirkan selain perilaku homoseksual atau lesbian.

Buruknya perbuatan homoseksual

Dalam Al-Qur’an Allah menyebut zina dengan kata faahisyah (tanpa alif lam), sedangkan homoseksual dengan al-faahisyah (dengan alif lam).

Dalam bahasa Arab berarti dua kata tersebut memiliki perbedaan yang sangat besar. Kata faahisyah tanpa alif dan lam dalam bentuk nakirah yang dipakai untuk makna perzinaan menunjukkan bahwa zina merupakan salah satu perbuatan keji dari sekian banyak perbuatan keji. Akan tetapi, untuk perbuatan homoseksual atau lesbian dipakai kata al-faahisyah dengan alif dan lam yang menunjukkan bahwa perbuatan itu mencakup kekejian seluruh perbuatan keji.

Imam Zamakhsyari menjelaskan makna “al-fahisyah” dalam Al-A’raf: 80 tersebut sebagai tindak kejahatan yang melampaui batas akhir keburukan. Sedangkan ayat ata’tuna al-fahisyata (mengapa kalian mengerjakan perbuatan faahisyah itu) adalah bentuk pertanyaan yang bersifat pengingkaran dan membawa konsekuensi yang sangat buruk. Sebab, perbuatan faahisyah itu tidak pernah dilakukan siapapun sebelum kaum Nabi Luth. Karenanya dilarang mengawali suatu perbuatan dosa yang belum dilakukan kaum manapun di dunia ini. (Tafsir Al-Kasysyaf, hal. 370).

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah, ketika menjelaskan faahisyah dalam ayat ini mengatakan bahwa perbuatan itu sampai pada tingkatan mencakup berbagai macam kehinaan, jika ditinjau dari sisi besarnya dosa dan kehinaannya. (Tafsir As-Sa’di, hal. 333).

Ibnu Katsir mengomentari ayat ini dengan membawa pernyataan Amr ibnu Dinar bahwa tidak ada seorang lelaki pun yang menyetubuhi lelaki lain kecuali kaum Nabi Luth yang pertama-tama melakukannya.

Demikian juga Al-Walid ibnu Abdul Malik, Khalifah Umawiyah, pendiri masjid Dimasyq (Damaskus), mengatakan, “Sekiranya Allah tidak menceritakan kepada kita mengenai berita kaum Nabi Luth, niscaya saya tidak percaya bahwa ada lelaki menaiki lelaki lainnya.” (Tafsir Ibnu Katsir, hal. 770).

Rasulullah juga bersabda, “Allah melaknat manusia yang melakukan perbuatan homo seperti kaum Luth. Allah melaknat manusia yang melakukan perbuatan homo seperti kaum Luth. 3 kali.” (Riwayat Ahmad dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

Ibnu Qudamah menegaskan, para ulama telah bersepakat atas haramnya perbuatan LGBT, berdasar penjelasan al-Qur’an dan hadits dan yang semakna. Kedua nash ini yang dijadikan dalil diharamkannya homoseksual. (Lihat al-Mughni, 12/348-349).

Dibakar atau dilempar

Dalam rangka mencegah perbuatan terkutuk tersebut, Islam telah memberikan hukuman yang tegas terhadap para pelaku homoseksual atau lesbian.

Pertama, pelakunya dibunuh sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, “Barangsiapa mendapati orang yang melakukan perbuatan seperti kaum Nabi Luth, maka bunuhlah kedua-duanya, baik subjek maupun objeknya.” (Riwayat At-Tirmidzi).

Adapun cara membunuhnya, para ulama berbeda pendapat. Sebagian berpendapat dibakar sebagaimana riwayat dari Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu, ketika mendapat tugas dari Khalifah Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu untuk memberangus pengikut nabi-nabi palsu, di pelosok jazirah arab.

Ketika itu Khalid menjumpai ada lelaki yang menikah dengan lelaki. Kemudian beliau mengirim surat kepada Khalifah Abu Bakar. Khalifah pun bermusyawarah dengan para sahabat. Ali bin Abi Thalib yang paling keras pendapatnya, yaitu supaya keduanya dibakar. Selanjutnya Abu Bakr mengirim surat kepada Khalid untuk membakar pelaku pernikahan homo itu.

Sedang pendapat lain menyatakan, pelaku homo dibawa ke tempat yang tinggi kemudian dilemparkan dalam kondisi terjungkir. Setelah itu langsung disusul dengan dilempari batu. Ini berdasar pendapat Ibnu Abbas karena inilah hukuman yang Allah berikan untuk pelaku homo dari kaum Luth (Al-Jawab Al-Kafi, hal. 120).

Kedua, pelakunya dihukum dengan hukuman zina. Ini diqiyaskan (dianalogikan) dengan zina karena sama-sama memasukkan barang haram ke kemaluan yang haram. Jika pelakunya belum pernah nikah, dicambuk dan diusir sebagaimana pelaku zina yang belum pernah menikah. Sedang jika sudah pernah maka harus dibunuh dengan cara di atas. Ini adalah pendapat Hadawiyah dan jamaah dari kaum salaf dan khalaf, demikian pula Imam Syafi’i.

Berdasar keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa homoseksual adalah sejelek-jelek perbuatan keji yang tidak layak dilakukan oleh manusia normal. Allah menciptakan manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan, dan menjadikan perempuan sebagai tempat laki-laki menyalurkan nafsu bilogisnya, demikian sebaliknya.

Sedangkan perilaku homoseksual keluar dari makna tersebut dan merupakan bentuk perlawanan terhadap tabiat yang telah Allah ciptakan itu. Perilaku seperti ini merupakan kerusakan yang amat parah. Padanya terdapat unsur-unsur kekejian dan dosa perzinaan, bahkan lebih parah dan keji daripada perzinaan.

Meskipun zina menyelisihi syariat, akan tetapi zina tidak menyelisihi tabiat yang telah Allah ciptakan (di antara laki-laki dan perempuan). Sedangkan homoseksual menyelisihi syariat dan tabiat sekaligus.

Semoga kita dan keluarga kita dijauhkan dari perbuatan terkutuk ini. Aamiin.

Bahrul Ulum
Sekretaris Bidang Pemikiran Islam, ICMI Jatim

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment