Mom-Shaming Pressure

Mom-Shaming Pressure

Mom-Shaming Pressure

Suaramuslim.net – Mom, pernahkah kita mendengar komentar yang diniatkan untuk menasihati tapi terkesan nyiyir, mengkiritik, menyindir, memojokkan dan memalukan terkait pilihan yang Moms ambil seputar pola asuh terhadap anak?

“ Lihat deh, anaknya kurus banget”

“Hey! Kamu kok gendong bayinya gitu, sih

“Kamu sudah terlalu tua untuk memiliki bayi”

“Kok masih disuapin sih, kan udah umur 3,5 tahun”

“Ya ampun, anaknya dikasih sufor, kenapa gak di kasih ASI aja

“Masak tiap pagi harus drama sama anak-anaknya”

“Sudah kerja lagi? Kan anakmu masih kecil”

“Kamu melahirkan secara operasi? Kok gak normal aja sih

“Masih mudah kok sudah punya anak”

Itulah beberapa komentar yang sering didengar oleh para ibu. Apakah Moms pernah mengalami hal serupa? Jika iya, Moms sedang mengalami fase “Mom-Shaming”

Ingin tahu lebih lengkap tentang mom-shaming? Siapa saja yang biasanya melakukan?Dimana biasanya terjadi? Apa dampak perilaku mom-shaming bagi ibu dan anak? Dan bagaimana cara mengatasinya?

Mari kita simak bersama selengkapnya!

Apa itu mom-shaming?

Mom-shaming adalah sebuah perilaku mengkritik pola asuh yang dilakukan ibu lain dengan membandingkan dengan dirinya. Seolah-olah ia menjadi ibu yang lebih baik, lebih tahu dan lebih sempurna.

Setiap ibu baru rentan menghadapi mom-shaming. Mom-shaming bisa diartikan merendahkan seorang ibu karena pilihan pola asuh yang berbeda dari pilihan-pilihan yang dianut si pengkritik. Mom-Shaming seperti bullying, namun tujuannya membuat ibu yang menjadi target merasa bersalah dan buruk, sementara si pelaku benar dan sempurna. Perilaku ini bisa berupa komentar, sindiran, kritik yang negatif dan pertanyaan menuduh yang terkesan menyalahkan seorang ibu.

Perkembangan teknologi yang semakin cepat dan canggih, membuat perilaku mom shaming dapat dilakukan secara langsung di hadapan ibu yang dituju secara online seperti halnya cyberbullying. Fenomena ini sudah lumrah terjadi pada dunia pengasuhan. Hanya saja, mungkin kebanyakan ibu tidak tahu bahwa aksi nyiyir tersebut memiliki istilah khusus yang disebut “mom-shaming”.

Siapa saja yang bisa melakukan mom-shaming?

Berdasarkan penelitian C.S Mott Children’s Hospital Universitas Michigan, pelaku mom-shaming adalah orang tua kandung ibu itu sendiri (37%), suami (36%), mertua (31%), teman (14%) dan petugas kesehatan (18%). Secara garis besar pelaku mom-shaming justru datang dari keluarga kita sendiri sedangkan sisanya berasal dari teman ibu, ibu dari anak lain di sekolah. Bahkan orang lain yang sama sekali tidak memiliki hubungan khusus dengan ibu.

Sementara hal-hal yang menjadi sasaran empuk pelakunya terhadap ibu, yakni sebagian besar seputar displin anak (70%), lalu diikuti nutrisi makanan anak, kebiasaan tidur, menyusui versus botol susu, keamanan anak, dan perawatan anak. Fakta lainnya, 23% ibu mengaku menghadapi mom-shaming lebih dari tiga sumber.

Dimana biasanya terjadi?

Perilaku ini bisa terjadi dimana saja. Di lingkungan keluarga oleh anggota keluarga, kalau disekolah dilakukan oleh orang tua anak lain. Bahkan di ruang publik perilaku mom-shaming dapat terjadi. Saat ini, mom-shaming marak terjadi di sosial media. Banyak komentar nyiyir, negatif yang berseliweran di jagat maya

Bagaimana cara mengatasinya?

Perilaku tersebut dapat membawa dampak yang buruk dan menyakitkan bagi seorang ibu. Perilaku mom-shaming dapat membuat seorang ibu kehilangan kepercayaan diri, stres dan depresi. Bagaimana tidak? Seorang ibu yang sudah sangat lelah dan berjuang memberikan yang terbaik bagi anak dalam hal pengasuhan malah dikritik, diadili, dipojokkan dan cenderung disalahkan. Bahkan oleh orang terdekatpun.

Ibu, jangan sedih dulu jika perilaku ini menimpa anda. Ayo hadapi dengan cara yang lebih baik dan positif.

  1. Percaya diri

Orang yang paling paham tentang anak tentu adalah ibu sendiri karena tiap anak diciptakan limited edition dan memiliki keunikan tersendiri. Oleh karena itu, ibu harus lebih percaya diri, tapi jangan over percaya diri.

  1. Instropeksi diri

Mengevaluasi apa yang telah ibu lakukan ini sudah benar atau salah, kok, menimbulkan komentar negatif. Setelah mengevaluasi dengan jujur, ibu harus berpikir jernih, tenang dan obyektif. Jangan terburu-buru menilai apa yang dilakukan ibu itu salah. Setelah mencari tahu dan ada perbedaan pandangan, ibu secara perlahan bisa memperbaikinya

  1. Merubah polah pikir

Mari merubah pola pikir ibu mengenai Mom-shaming. Munculkan pikiran positif terhadap komentar dari ibu lain. Kemudian pikirkan bahwa seseorang mungkin hanya memberi saran atau mengingatkan ibu dengan cara yang berbeda. Terkadang kritikan menohok yang ibu terima bersifat membangun ke arah yang lebih baik.

  1. Menjadi Smart Mom

Para ibu memiliki kuasa untuk menerima dan menolak kritikan atau pendapat dari orang lain.

  1. Berdayakan diri dengan ilmu

Seperti pepatah filsuf Inggris Perancis, Bacon, “knowledge is power”. Pengetahuan dapat memberdayakan seseorang untuk mencapai keberhasilannya. Dengan aktif menambah wawasan dari sumber-sumber terpercaya seperti buku, seminar kesehatan anak maupun pengasuhan, dan diskusi dengan para ahlinya, Ibu baru juga akan lebih mantap dan terpercaya diri menghadapi mom-shaming di lingkungan sekitar.

  1. Tidak ambil pusing

Mengacuhkan pendapat orang bisa menjadi hal yang cukup bijak. Tidak semua pendapat orang harus dipikirkan. Masuk telinga kiri, keluar telinga kanan. Ibu tidak usah ambil pusing komentar-komentar negatif mereka.

  1. Berbagi dengan pasangan

Ingat bahwa tanggung jawab mengasuh dan mendidik anak bukan milik seorang ibu saja. Suami juga tentunya ikut berperan. Ibu bisa berbagi dengan suami seputar pengasuhan terhadap anak. Sehinga apabila menemui kesulitan tentang cara mengasuh anak, ibu dan suami bisa menemukan jalan keluar paling tepat.

Dampak mom-shaming bagi ibu dan anak

Para ibu baru harus pintar-pintar mengelola emosi dan pikiran. Pasalnya mom-shaming dapat merusak kondisi psikologis ibu. Terlebih jika sasarannya ibu muda yang belum berpengalaman memiliki anak sebelumnya. Jangan dianggap remeh juga, perilaku mom-shaming bisa berdampak pada kesehatan ibu dan anak. Saat seorang ibu merasa disalahkan atas apa yang terjadi pada anak, ibu akan merasa terguncang. Akibatnya ibu merasa cemas, selalu ragu-ragu, tidak bahagia dan khawatir atas pola asuh yang ibu terapkan. Jika ini bertahan lama akan mengganggu kesehatan ibu dan anak.

Di saat ibu masih belajar dan mungkin melakukan trial-error, ibubaru ini malah di cemooh dan diolok. Akibatnya, ia merasa rendah diri. Konsepnya tentang pengasuhan yang dilakukan menjadi negatif. Ibu menjadi pencemas dan tidak bahagia. Ketika kondisi ini terjadi dan setelah menyalahkan diri sendiri, ia cenderung menyalahkan bayi, anak dan kondisi pernikahannya. Jika sudah memasuki fase ini para korban mom-shaming tidak hanya merusak diri, namun juga merusak bonding ibu-anak dan relasinya dengan pasangan. Bahkan dapat menyebabkan ibu depresi, menjadi mudah tersulut emosinya saat sedang menyusui atau berinteraksi dengan anak, mudah berteriak, mudah memukul dan sebagainya.

Ingat, tidak ada sekolah untuk menjadi orang tua, bukan? Jadi, teruslah belajar tentang ilmu parenting dari buku maupun ikut seminar sebagai upaya untuk menambah ilmu, wawasan serta memberdayakan diri, ya Moms!

Kontributor: Jefri firmansyah, S.Psi*
Editor: Oki Aryono

*Staf pengajar di SD Al Hikmah, Surabaya

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment