Pilih Ikhlas Atau Ketenaran?

Pilih Ikhlas Atau Ketenaran?

Kenapa Sinyal Hidayahmu Hilang?
Bunga Daisy

Suaramuslim.net – Viral dan menjadi terkenal, tidak sulit dilakukan di era teknologi seperti sekarang ini. Dalam hitungan menit, seseorang bisa langsung menjadi terkenal. Namun hal itu sangat berpengaruh pada rasa ikhlas seseorang.

Orang yang ikhlas itu biasanya takut kalau dirinya menjadi terkenal, tersebar nama harum dirinya. Apalagi kalau ia termasuk orang yang dermawan, ia yakin bahwa penerimaan amal di sisi Allah itu bergantung pada hati sanubari bukan dengan penampilan luar, dan bahwa manusia sekalipun dikenal sampai ke penjuru dunia.

Kalau niatnya terkontaminasi, tidak ada seorang pun yang dapat menolongnya dari siksa Allah subhanahu wa ta’ala. Lalu bagaimana jika kita dalam posisi yang tidak bisa menolak ketenaran? Bagaimana menyikapinya?

Zuhud terhadap ketenaran

Imam Ibnu Syihab Al Zuhri berkata, “Kami tidak melihat zuhud yang melebihi zuhud terhadap kepemimpinan, Coba anda perhatikan orang yang zuhud terhadap makanan, minuman, dan harta, jika ia diberi jabatan sebagai pemimpin, ia pasti akan mempertahankannya.”

Dikatakan bahwa zuhud terhadap pangkat, penampilan, ketenaran, dan popularitas lebih besar nilainya daripada zuhud terhadap harta, syahwat perut dan kemaluan. Hal inilah yang menjadikan para ulama dan orang-orang saleh dari generasi terdahulu khawatir hati mereka terkena fitnah ketenaran serta sihir pangkat dan popularitas. Mereka memperingatkan kepada murid-murid mereka agar waspada terhadap hal tersebut.

Dahulu, Khalid bin Ma’dan, seorang hamba yang terpercaya, jika majelisnya penuh, ia pun bangkit karena takut tenar.

Kisah lain, Salim bin Hanzahalah berkata, “Ketika kami sedang berjalan di belakang Ubay bin Ka’ab, tiba-tiba ia dilihat Umar. Lalu Umar memukulnya dengan cemeti, Ubay berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, apa yang Anda lakukan?’ Umar menjawab, ‘Sesungguhnya ini kehinaan bagi pengikut dan finah bagi yang diikuti’. Ini adalah pandangan Umar secara batin terhadap apa yang kadang-kadang ditimbulkan oleh penampilan yang sederhana pada awalnya dan pengaruhnya yang jauh mendalam di dalam kejiwaan masyarakat yang mengikuti dan pemimpin yang diikuti.”

Begitu juga kisah yang diceritakan oleh Al Hasan, ia berkata, “Pada suatu hari Ibnu Mas’ud keluar dari rumahnya, lalu orang-orang  mengikutinya dari belakang. Ibnu Mas’ud menoleh kepada mereka seraya berkata, ‘Mengapa kalian mengikutiku? Demi Allah, seandainya kalian mengetahui apa yang ada di balik pintu yang aku tutup ini, tentu tidak ada di antara kalian yang mengikutiku.”

Tenar itu tidak tercela

Kisah-kisah diatas tidak boleh dipahami sebagai ajakan untuk menyembunyikan dan mengasingkan diri. Karena, orang-orang yang meriwayatkan mereka itu adalah tokoh-tokoh ahli dakwah pembaharu, yang mempunyai jejak yang baik dalam memberikan dakwah kepada masyarakat serta mengarahkan dan memperbaikinya.

Ini semua harus dipahami sebagai kesadaran terhadap syahwat nafsu yang tersembunyi dan sikap waspada terhadap gerak-gerik setan yang menyelusup ke dalam hati manusia, jika ia dikuasai oleh kecermelangan nama, dikelilingi oleh pengikut dan pendukung serta diacungi jempol.

Ketenaran itu sendiri sebenarnya tidaklah tercela. Tidak ada yang lebih terkenal daripada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan Khulafaur Rasyidin serta para imam mujtahid. Yang tercela adalah usaha dan keinginan kuat untuk mencari ketenaran, kepemimpinan, dan pangkat tersebut.

Jika semua itu diraih tanpa kepura-puraan dan kerakusan, tidak apa-apa, sekalipun pada hal yang demikian itu, seperti yang dikatakan oleh Imam Al Ghazali, terdapat fitnah atas orang yang lemah, tidak atas orang yang kuat.

Sebuah hadist dari Abu Dzarr ra. bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang orang yang mengerjakan amal baik karena Allah, lalu ia dipuji oleh manusia. Beliau menjawab, “Itu adalah berita baik yang disegerakan Allah untuk seorang lain.” (HR. Muslim)

Demikian pula hadist yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairoh ra. bahwa seorang laki – laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,”Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seorang laki-laki mengerjakan suatu amal yang dirahasiakannya, tetapi jika dilihat orang lain, hal itu membuatnya senang.” Beliau menjawab,”Orang itu mendapat dua pahala, satu pahala untuk amalnya yang dirahasiakannya, dan satu lagi untuk amal yang dilihat orang lain.”(Wallahu a’alam)

Kontributor: Aisy
Editor: Oki Aryono

*Script writer dan audio editor

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment