Inilah Sejarah Masuknya Islam di Bali

Inilah Sejarah Masuknya Islam di Bali

Inilah Sejarah Masuknya Islam di Bali

Suaramuslim.net – Anggapan yang selama ini ada, Bali adalah kepulauan Hindu. Padahal, Islam juga telah berkembang di sana beriringan dengan perkembangan Islam di daerah lain di Indonesia. Bagaimana sejarah perkembangan Islam di pulai seribu pura ini? Berikut ulasannya.

Dinamika perkembangan Islam di setiap daerah tentunya berbeda-beda. Lain di Sulawesi lain pula di Bali. Agama Islam masuk ke pulau Bali sejak jaman kejayaan kerajaan Majapahit pada sekitar abad ke 13-14 M.

Saat itu Raja Gelgel ke I Dalem Ketut Ngelesir yang memerintah (1380-1460 M) mengadakan kunjungan ke keraton Majapahit untuk bertemu dengan Raja Hayam Wuruk. Saat itu Raja Hayam Wuruk sedang mengadakan konferensi kerajaan seluruh Nusantara. Konferensi itu merupakan konferensi tahunan dengan kerajaan bawahan yang berada di berbagai daerah Indonesia.

Selain itu sebagai bentuk kepatuhan terhadap kerajaan Majapahit yang berada di Mojokerto. Setelah acara tersebut selesai, Dalem Ketut Ngelesir pulang ke negerinya (Bali) yaitu kerajaan Gelgel. Kembalinya Dalem Ketut Ngelesir ke kerajaannya dengan diantar oleh empat puluh orang dari Majapahit sebagai pengiring, dua di antaranya adalah Raden Modin dan Kiai Abdul Jalil bersama 40 orang pengiring dari Majapahit.

Para pengawal muslim itu hanya bertindak sebagai abdi dalam kerajaan Gelgel. Setelah tiba di Gelgel mereka menempati satu pemukiman dan membangun masjid yang diberi nama Masjid Gelgel, yang kini merupakan tempat ibadah umat Islam tertua di Pulau Dewata. Peristiwa ini dijadikan sebagai patokan masuknya Islam di Bali yang berpusat di kerajaan Gelgel Bali.

Raden Modin dan Kiai Jalil adalah dua tokoh utama yang berperan dalam penyebaran umat Islam di Bali. Pada saat itu, mereka ini menetap cukup lama tinggal di pusat kerajaan Gelgel Klungkung. Namun dalam perkembangannya mereka meninggalkan Gelgel menuju ke arah timur dan berhenti di desa Banjar Lebah.

Di Banjar Lebah ini Raden Modin menetap dan tidak melanjutkan perjalanan, sedang Kiai Jalil tetap meneruskan perjalanan sampai di desa Saren sampai meninggal di desa tersebut. Beliau meninggalkan tulisan Kitab Suci Al Quran dan sebuah bedug yang sekarang kondisinya sudah mengalami kerusakan.

Perbedaan Motif Kedatangan Islam di Bali

Berbeda dengan perkembangan masuknya Islam di jawa, yang sejak awal motif kedatangan Islam di jawa memang dakwah untuk Islamisasi. Penyebaran Islam di Bali cenderung  tidak terorganisir layaknya di Jawa.

Keberadaan Islam di Bali, para tokoh-tokoh Muslim kala itu tidak pernah melakukan komunikasi antardaerah. Semisal tokoh Muslim yang ada di Jembrana tidak pernah melakukan kumunikasi dengan Muslim di Buleleng, Badung, Karangasem, dan kantong-kantong Muslim seluruh Bali.

Hal inilah yang mungkin bagi keberadaan Islam di Bali, yang telah ratusan tahun ada di Bali, tidak mengalami perkembangan yang signifikan. Salah satu sebabnya karena penyebaran Islam di Bali hanya menggunakan satu cara, yakni dengan penyebaran Islam secara kultural.

Selain itu, para penguasa di berbagai kerajaan di Bali saat itu menerapkan politik karantinaisasi bagi penduduk Islam. Ada beberapa alasan kenapa Raja-Raja menerapkan politik karantinaisasi, yakni, pertama, mencegah timbulnya konflik antara orang Islam dan orang Bali yang disebabkan oleh latar belakang perbedaan Agama dan kebudayaan.

Kedua, meminimalisir kemungkinan adanya Islamisasi yang dilakukan oleh orang Islam terhadap orang Bali.

Ketiga, memberikan rasa aman secara sosiologis, kultural, keagamaan, dan psikologis sebab dalam perkampungan yang berpola karantinaisasi mereka dapat mengembangkan identitasnya secara bebas tanpa didominasi maupun dihegomoni oleh etnik Bali.

Keempat, etnik Bali Hindu yang ada di sekitarnya bisa mempertahankan identitasnya, tanpa ada perasaan dirongrong oleh orang Islam. (Nengah Bawa Atmajda, 2010)

Secara tidak langsung, dengan penerapan politik karantinaisasi, benturan konflik antar agama dapat dihindari, sehingga muncul istilah Nyamaslam, sebutan orang Hindu Bali kepada penduduk Islam, yang menganggap orang Islam adalah saudara, bukan musuh.

Istilah tersebut (nyamaslam) terus bertahan, tapi akhir-akhir ini, dengan berbagai alasan, oknum yang tiba-tiba mengubah istilah persaudaraan tersebut menjadi Nakslam atau Nakjawa, yang cenderung mengonotasikan negatif terhadap keberadaan Islam di Bali, yang selalu dikambinghitamkan tatkala terjadi pencurian atau hal-hal kriminal lainnya.

Kontributor: Mufatihatul Islam
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment