Transqualizing Leader Di Saat Krisis

Transqualizing Leader Di Saat Krisis

Kapal kertas origami. Ils: Pixabay.com

Suaramuslim.net – “In a moment of crisis, reactions set the leaders apart from the followers.” (Peter Stark).

Nabi Sulaiman adalah seorang pemimpin sekaligus raja yang tidak ada bandingannya hingga saat ini. Bukan hanya pemimpin antar bangsa di kalangan manusia, namun beliau juga menjadi pemimpin dari bangsa lain yakni jin dan hewan. Bahkan beliau juga menguasai angin, yang dapat membawa beliau ke manapun dengan sangat cepat.

Hal tersebut menjadikan Nabi Sulaiman sebagai pemimpin yang ideal untuk dipelajari kepemimpinannya. Beberapa hal yang terungkap dari Al-Qur’an mengenai kepemimpinan beliau antara lain sebagai berikut.

Wis-DOME leadership untuk kepemimpinan unggul

1. Wisdom

Kebijaksanaan Sulaiman setara dengan ayahandanya Nabi Daud. Kebijaksanaannya sebagai pimpinan tampak dalam memberikan keputusan atas suatu masalah. Dan kebijaksaan Sulaiman, bahkan diabadikan dalam Al-Qur’an sebagai keputusan yang adil untuk semua pihak yang berperkara.

Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan Kami menyaksikan keputusan yang diberikan mereka itu. Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat) dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu.” (Al-Anbiya: 78-79).

2. Discipline

Kedisiplinan dengan ketegasan yang dihadirkan Nabi Sulaiman terlihat saat apel akbar penyiapan pasukan dari semua jenis makhluk. Bahkan ketegasan itu disertai sanksi yang keras terhadap pelanggarnya, terutama bila tidak dapat memberikan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dan dengan bukti.

Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata: “Mengapa aku tidak melihat Hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir? Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang.” (An-Naml: 20-21).

Ketegasan yang berwibawa itu menjadi salah satu alasan loyalitas dari berbagai bangsa termasuk bangsa jin. Bangsa jin selalu patuh kepada perintah Nabi Sulaiman, hingga akhir hayat. Beliau memberikan pengawasan melekat dan langsung turun tangan, untuk menghadapi para bawahannya. Hal tersebut dapat disimak dari Surat Saba ayat 14 berikut.

“Maka ketika Kami telah menetapkan kematian atasnya (Sulaiman), tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka ketika dia telah tersungkur, tahulah jin itu, sekiranya mereka mengetahui yang gaib tentu mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.”

3. Outstanding subordinates  

Memiliki bawahan dengan kompetensi luar biasa. Nabi Sulaiman juga memiliki bawahan yang memiliki kompetensi luar biasa dari berrbagai bangsa. Yang bila disandingkan di era sekarang, kompetensi di bidang IT para bawahan sangat mengagumkan. Hal itu terlihat dari kisah rapat dengan para pejabatnya sebagai berikut.

Berkata Sulaiman: “Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.”

Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgsana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; Sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya.”

Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.”

Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini Termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (An-Naml: 38-40).

4. Mastering language/communication

Kemampuan berbahasa. Untuk menjadi pemimpin, sangat penting kemampuan penguasaan bahasa. Nabi Sulaiman bukan hanya mampu berkomunikasi dengan bangsa dari kerajaan lain, namun juga berkomunikasi dengan bangsa jin dan hewan. Bahkan mampu berkomunikasi dengan angin yang menjadi kendaraan untuk membawanya. Kemampuan berbahasa dan komunikasi yang luar biasa tersebut juga diceritakan di Al-Qur’an:

Dan untuk Sulaiman, dikumpulkan bala tentaranya dari jin, manusia, dan burung. Lalu, mereka berbaris dengan tertib.” (An-Naml: 17).

Dan (telah Kami tundukkan) untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang berhembus dengan perintahnya ke negeri yang Kami telah memberkatinya. Dan Kami Maha Mengetahui segala sesuatu. Kami telah tundukkan (pula kepada Sulaiman) segolongan setan yang menyelam (ke dalam laut) untuknya dan mengerjakan pekerjaan selain dari itu; dan Kami memelihara mereka itu.” (Al-Anbiya: 81-82).

“Berkata Sulaiman: “Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri?” Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgsana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu. Sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya”. (An-Naml: 38-39).

Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari. Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu.” (An-Naml: 18).

5. Excellence spirituality

Spiritualitas tinggi. Di balik keluarbiasaan kepribadian dan kekayaan yang dimiliki Nabi Sulaiman. Hal penting yang paling luar biasa adalah beliau tidak pernah melupakan Tuhan yang telah menciptakan dan memampukan segalanya. Bahkan rasa syukur selalu tergambar dari apapun yang menjadi kelebihan yang didapatkan dari Allah.

“Dan sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hamba-Nya yang beriman.” (An-Naml: 15).

Bahkan beliau merasa sangat menyesal dan sedih ketika kekayaannya menjadikannya terlalaikan untuk menemui Allah.

Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesunguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya).”

“Ingatlah ketika dipertunjukan kepadanya kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti dan cepat waktu berlari pada waktu sore. Maka dia berkata, “Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan.”

“Bawalah semua kuda itu kembali kepadaku.” Lalu ia potong kaki dan leher kuda itu.” (Shaad: 30-33).

Serangkaian petunjuk dari Al-Qur’an tentang keunggulan yang dimiliki Nabi Sulaiman sebagai pemimpin dapat menjadi akronim Wis-DOME leadership.

Tranqualizing leader

Di balik keunggulan beliau yang luar biasa sebagai pemimpin dari berbagai bangsa, termunculkan kisah bagaimana beliau mau menerima pembelajaran kepemimpinan dari Allah melalui apa saja bahkan dari hewan kecil seperti seekor semut. Beliau bahkan berbahagia dan menyukuri pembelajaran tersebut. Hal itu terlihat dari Surat An-Naml 19, Sulaiman tersenyum bahagia dan menyukuri pembelajaran yang diberikan Allah. Setiap pembelajaran selalu ditutup dengan doa. Sebuah pembelajaran manajemen bisnis yang mungkin terlupakan dilakukan di bangku sekolah dan kuliah.

Maka Dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan Dia berdoa: “Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap menyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (An-Naml: 19).

Pembelajaran kepemimpinan yang didapatkan Nabi Sulaiman saat itu adalah sesuai dengan kondisi terkini yakni ketika menghadapi krisis. Dapat disimak ayatnya,

Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” (An-Naml: 18).

Dari ayat tersebut dapat diambil hikmah bagaimana pemimpin menghadapi krisis, antara lain:

1. Announcement

Mengumumkan adanya krisis. Adanya krisis dan mengumumkan krisis dapat dilihat dari tafsir Al-Wajiz karya Syaikh Prof Dr Wahbah Az-Zuhaili, dikatakan, semut menyadari tubuhnya yang kecil sehingga kemungkinan tidak terlihat rombongan Nabi Sulaiman. Pimpinan semut mengumumkan adanya bahaya terinjak oleh pasukan yang terjadi secara mendadak. Pengumuman harus dilakukan segera, tidak boleh ragu-ragu. Pengumuman tersebut diperlukan agar masyarakat memiliki crisis-awareness untuk bersama-sama bersiap menghadapi krisis.

2. Responsive solution

Solusi cepat tanggap. Dalam pemberian adanya infomasi bahaya, maka juga disampaikan oleh pemimpin semut, solusi mengatasi krisis secara tanggap yakni segera masuk ke dalam sarang hingga kondisi aman.

Krisis merupakan faktor ireguler dalam data runtut waktu yang dapat terjadi kapan saja. Normalitas baru (new normal) dapat terjadi selama dan setelah krisis. Menjadikan kecepattanggapan (responsiveness) menjadi salah satu kunci utama.

3. Tranqualizing

Adanya upaya menenangkan kaumnya. Pemimpin semut tidak mengajarkan untuk membalas dendam bahkan mengajak kaumnya menyadari kondisi, bahwa bahaya yang terjadi bukanlah karena kesengajaan.

Dalam kisah fabel terdapat hikayat semut yang kecil dapat mengalahkan gajah yang besar, dengan masuk ke dalam telinga gajah dan menggigit gendang telinganya. Hal tersebut kiranya yang menjadikan ‘suit’ dalam sebuah permainan bahwa ‘Gajah’ (jempol) kalah dengan semut (kelingking). Namun tidak ada upaya membalas dendam seperti itu. Yang terjadi adalah bahkan semut mengajak memahami bahwa kalau ada yang terinjak hingga terluka ataupun mati, itu semua karena kettidaksengajaan dan sudah menjadi takdir Allah. Krisis menciptakan kepanikan, menunjukkan pemimpin telah cepat tanggap menangani masalah

Gaya pemimpin yang diajarkan bangsa semut tersebut saya sebut dengan tranqualizing leader, yakni pemimpin yang mampu menenangkan masyarakatnya dari kegalauan bahkan kemarahan. 

Kegiatan yang dilakukan dapat diakronimkan ART, menjadi ART-tivity. Aktivitas yang menenangkan tentunya merupakan manifestasi dari jiwa yang tenang (calm hearts). Pemimpin yang bisa menenangkan kaumnya adalah pemimpin yang hatinya juga tenang. Dalam konsep psikologi, riset menunjukkan bahwa emosi dapat menular. “People get nervous around nervous people.” Pemimpin yang memiliki hati yang tenang akan dapat menenangkan hati bawahanya.

Hal ini sangat relevan di era TUNA (Turbulance, Uncertainty, Novel, Ambiguous) saat ini. Secara manajerial, hati yang tenang juga dapat menjadikan proses pengambilan keputusan lebih baik. Hasil riset juga menunjukkan kondisi stres menjadikan pengambilan keputusan kurang efektif. Kemampuan untuk membuat keputusan yang cerdas menurun dengan meningkatnya stres.

Penutup

Sudah saatnya sekolah bisnis memberikan pembelajaran kepemimpinan berbasis kitab suci, untuk membentuk pemimpin-pemimpin yang memiliki spiritualitas memadai. Wis-DOME Leadership dan Tranqualizing Leader dengan ART-tivity dapat dijadikan salah satu materi pembelajaran rujukan untuk pembelajaran kepemimpinan berbasis Al-Qur’an.

Dr. Gancar C Premananto

S3 Alumnus Doktor Manajemen dan Bisnis UGM. S1 dan S2 alumnus Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga. Dosen di FEB Universitas Airlangga sejak 1999 hingga saat ini.

Selain menghasilkan karya buku dan puluhan penelitian, juga memiliki proyek di bawah nama Gancar Project yang telah menciptakan 4 lagu yang telah terdaftar HAKInya dan dapat dinikmati secara gratis di youtube dan soundcloud yakni Azzarine, Kita Berdua, Kala Cinta Tak Berbalas dan Sholawat Kangen.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment