Praktisi Perbankan Syariah Perlu Menjawab Tantangan Ini

Praktisi Perbankan Syariah Perlu Menjawab Tantangan Ini

tugas Praktisi Perbankan Syariah

Suaramuslim.net – Kehadiran bank syariah sebagai alternatif  perbankan merupakan anugerah bagi umat Islam. Meski demikian, tidak sedikit yang masih meragukan ke-syar’ian bank-bank syariah itu. Ini tantangan tersendiri bagi praktisi perbankan syariah.

Salah satunya, adanya anggapan bahwa bank syariah memiliki sistem yang sama dengan bank konvensional juga akan memberikan eksistensi yang buruk pada bank syariah. Karena itu, bank syariah dituntut untuk memiliki komitmen tertentu agar benar-benar sesuai syariah.

Para ulama kontemporer menyebutkan beberapa komitmen yang harus dimiliki bank syariah, agar dirinya layak berlabel syariah. Ustad Cholid Syamhudi, Lc dalam pengusahamuslim.com menjelaskan tentang tantangan yang dihadapi oleh bank syariah, “Tantangan berat perbankan syariah adalah menjadi sesuai syariah sekaligus tetap dapat menjalankan fungsi perbankan,” terangnya.

Menurutnya, bank syariah memiliki tantangan yang lebih besar dibandingkan bank konvensional karena dihadapkan pada masalah menggabungkan dua konsep yang kontradiktif. Di satu sisi harus menggantikan fungsi perbankan, dan di sisi lain tidak boleh melanggar syariah. Untuk mewujudkan harapan itu, pada dataran ideal.

Idealisasi Karakter Bank Syariah

Optimalisasi perbankan syariah sangat tergantung kebijakan para praktisi, para pengawas syariahnya, serta pemerintah. Hal itu dalam rangka mengarahkan perbankan syariah agar memiliki karakter berbeda dengan perbankan konvensional. Inilah karakter yang dapat membuatnya menunaikan tugas-tugasnya itu.

Menurut ustadz Cholid, bersih dari semua bentuk riba dan muamalah yang dilarang syariat, harus menjadi jargon dan syiar utama bank syariah. Tanpa itu, ia tidak boleh menyebut lembaga keuangan syariah.

Dr. Ghorib al-Gamal dalam buku Al-Mashorif Wa Buyut at-Tamwiel al-Islamiyah menyatakan, karakteristik bersih dari riba perbankan syariah adalah karakteristik utamanya dan menjadikan keberadaannya seiring tatanan yang benar untuk masyarakat Islam. Lembaga keuangan syariah harus mewarnai seluruh aktivitasnya dengan ruh dan motivasi akidah, yang menjadikan para praktisinya selalu merasa bahwa aktivitas mereka tidak sekadar bertujuan merealisasikan keuntungan semata.

Para praktisinya harus memahami bahwa pekerjaannya adalah salah satu cara berjihad dalam mengemban beban risalah dan upaya menyelamatkan umat dari praktik-praktik yang menyelisihi norma dasar Islam.

Di atas itu semua, para praktisi hendaknya merasa aktivitasnya adalah ibadah dan ketakwaan yang akan mendapatkan pahala dari Allah bersama balasan materi duniawi yang didapatkan.

Mengarahkan segala kemampuan untuk mengembangkan dana masyarakat (at-Tanmiyah) dengan jalan is-titsmar (pengembangan modal) melalui usaha, bukan dengan jalan utang (al-Qardh) yang mengahasilkan keuntungan.

Untuk itu, lembaga keuangan syariah harus dapat mengelola hartanya dengan cara yang telah diakui secara syariah. Lembaga keuangan syariah tidak hanya mengikat pengembangan ekonomi dan pertumbuhan sosial semata. Namun harus menjadikan pertumbuhan sosial masyarakat sebagai asas. Dengan demikian, bank syariah harus memenuhi dua tuntutan ini sekaligus untuk perbaikan masyarakat dan mewujudkan keadilan. Tidak sebagaimana umumnya bank ribawi yang hanya menitikberatkan pada keuntungan, tanpa peduli pertumbuhan sosial kemasyarakatan.

Alumnus Universitas Madinah Fakultas hadist tersebut kemudian menjelaskan beberapa hal yang bisa dilakukan oleh lembaga keuangan syariah yang berkaitan dengan sosial kemasyarakatan.

Pertama, mengumpulkan harta nganggur dan mengalihkannya untuk aktivitas is-titsmaar (pengembangan modal) dan pengelolaan. Targetnya, pembiayaan (tamwiel) pada proyek-proyek perdagangan, industri dan pertanian. Ini karena kaum Muslimin yang tidak ingin menyimpan hartanya di bank-bank ribawi berharap adanya bank syariah untuk menyimpan harta mereka.

Kedua, memudahkan sarana pembayaran dan memperlancar gerakan pertukaran perdagangan langsung (Harakah at-Tabaadul at-Tijaari al-Mubasyir) di seluruh dunia Bank juga bekerja sama mewujudkan gerakan tersebut, dengan seluruh lembaga keuangan syariah dunia agar dapat menunaikan tugasnya dengan baik.

Ketiga, menghidupkan tatanan zakat, dan bank sekaligus merangkap sebagai lembaga zakat, yang mengumpulkan harta zakat bank tersebut. Lalu manajemen lembaga keuangan sendiri yang mengelola lembaga zakat tersebut.

Keempat, membangun baitul mal kaum Muslimin dan mendirikan lembaga khusus untuk itu, yang dikelola langsung oleh lembaga keungan tersebut.

Kelima, menanamkan kaidah adil dan kesamaan terkait dengan untung dan rugi, dan menjauhkan unsur ihtikaar (penimbunan barang agar menaikkan harga). Bank syariah harus berupaya menyebarkan kemaslahatan untuk kaum Muslimin seutuhnya.

Ia juga menambahkan, “Beberapa karakter perbankan syariah yang disampaikan sebagian ulama itu bisa menjadi tolak ukur evaluasi produk-produk perbankan syariah dan kegiatannya di Indonesia,” katanya.

Ia juga mengingatkan bahwa kaum Muslimin juga harus mengetahui hakikat istilah-istilah syariah agar tidak tertipu janji dan propaganda. Tolok ukurnya hakikat, dan bukan istilah atau nama.

Di sisi lain, masyarakat harus mengapresiasi dan mendukung penuh perkembangan perbankan syariah di negeri ini. Hal itu disampaikan oleh Drs. Ec. Suherman Rosyidi, M.Kom, pengajar Ekonomi Syariah Universitas Airlangga Surabaya. “Bentuk apresiasi kita adalah dengan memindahkan seluruh rekening kita dari bank konvensional ke bank syariah. Ini bagian dari dukunga kita kepada perbankan syariah agar terus berbenah,” tegasnya.

Kontributor: Mufatihatul Islam
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment