Suaramuslim.net – Meskipun statusnya muslim, ternyata orang munafik lebih berbahaya dibandingkan dengan orang kafir. Mengapa? Berikut ulasannya.
Umar bin Khattab pernah mengatakan, “Yang menghancurkan Islam adalah orang alim yang menyimpang, orang munafik yang pandai mendebat Al Quran dan menggunakan Al Quran untuk kepentingan pribadi, serta para pemimpin yang sesat.”
Allah berfirman, “Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?” (QS. Al-Munafiqun : 4).
Senada dengan pernyataan Umar Bin Khattab, Gubernur Nusa Tenggara Barat TGB Muhammad Zainul Majdi memperingatkan umat Islam akan bahaya munafik. Masalah orang munafik pangkalnya ada pada penyakit hati. Orang munafik pun selalu ada di setiap zaman. Hal tersebut ia ungkapkan dalam kajian tafsir Al Baqarah ayat 11-15 selepas shalat Jumat di Masjid Hubbul Wathan.
Tuan Guru Bajang menjelaskan, seperti telah dibahas pada ayat 10 surat Al Baqarah, induk kemunafikan adalah hati yang berpenyakit, yakni penyakit kekufuran yang menggerogoti diri. “Sedangkan ayat 11-15 dan seterusnya menjelaskan sifat yang muncul dari penyakit hati itu,” jelasnya.
Sifat Membahayakan Orang Munafik
Dilansir dari republika.co.id, Tuan Guru Bajang memaparkan kerusakan yang disebabkan oleh orang munafik melalui beberapa tahapan. Pertama, sifat munafik merusak diri sendiri. Allah tidak pernah mendzalimi manusia, tapi manusia yang merusak dirinya sendiri. Semua kedzaliman akan ditanggung pelakunya.
”Jadi hakikatnya, kalau kita melakukan perbuatan buruk, yang dirusak pertama adalah diri sendiri,” katanya di Masjid Hubbul Wathan, Jumat (2/6).
Kedua, kemunafikan merusak orang lain, minimal keluarganya. Bila ayah munafik, sedikit banyak anak dan istrinya akan terbawa.
“Ketiga, kemunafikan merusak masyarakat,” ujar Tuan Guru Bajang. Berdasarkan kaidah Islam, seseorang akan langsung mendapat hak dan kewajiban seperti Muslim lain begitu ia bersyahadat. Tuan Guru Bajang mengisahkan saat Rasulullah hidup, di Madinah ada mereka yang mengaku beriman lantas mendapat hak dan kewajiban yang sama dengan Muslim lain.
Akan tetapi, hati mereka kotor. Mereka selalu memprovokasi dan menebar keresahan. “Maka muncul kerentanan, musuh dalam selimut,” kata Tuan Guru Bajang.
Melanjutkan kisah tersebut, Tuan Guru Bajang mengungkapkan peradaban besar tidak hancur dari luar, tapi dari dalam. Itu sebabnya dalam Alquran ada perumpamaan seorang perempuan penenun. Begitu hasil tenunnya selesai, ia urai kembali hasil tenunnya. Kisah yang jadi pelajaran bagi umat Islam sepanjang masa. “NKRI juga hasil tenunan para pendahulu, jangan sampai dirusak,” ujarnya.
Tuan Guru Bajang menjelaskan keberadaan orang munafik berbahaya lantaran merekalah yang meruntuhkan sendi Islam yang dibangun Rasul. Mereka bersyahadat, tapi hatinya penuh benci terhadap Islam. “Yang seperti ini selalu ada di tiap zaman,” ungkap Tuan Guru Bajang.
Dalam ayat 11, para munafik mengatakan—dengan penegasan khusus—mereka bukan perusak, tapi orang saleh. Menurut ulama, indikasi ini amat jelas. Pendusta selalu khawatir orang lain tidak percaya padanya. Tidak ada yang ragu padanya, tapi ia ragu sendiri.
Tak heran jika Rasul tidak suka pada orang yang sedikit-sedikit menyebut “Demi Allah”, terlebih untuk urusan sepele. Bersumpah atas nama Allah dibenarkan untuk urusan yang butuh penegasan kebenaran atau hal besar terkait nasib umat atau kehormatan.
Allah subhanahu wa ta’ala telah menegaskan dalam ayat 11, sesungguhnya merekalah (para perusak ini) perusak sebenarnya. Tapi mereka tidak menyadarinya. ”Allah menyebutkan ini karena para perusak itu terlalu sering merusak sehingga menganggap perilaku itu sesuatu yang wajar,” kata Tuan Guru Bajang.
Dalam ayat 12, Allah menunjukkan saat orang munafik diseru untuk benar-benar beriman, mereka merespon dengan cercaan dan menganggap Rasul dan para sahabat sebagai orang-orang bodoh. “Allah menegaskan para pencerca itulah yang bodoh,” imbuhnya.
Hati orang munafik berpenyakit, tapi mereka tidak sadar. Sementara iman, mereka tidak mengetahui. Padahal, iman adalah hal yang jelas dan tidak ada keraguan di dalamnya.
Di ayat 14, para munafik mengaku beriman bila bertemu mukmin, pertemuan sepintas dan sekadarnya. Saat bertemu kolega, secara khusus, mereka menyebut pengakuan itu hanya olok-olok belaka.
Kemudian, melalui ayat 15, Allah subhanahu wa ta’ala menunjukkan balasan bagi orang munafik. Allah membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan. Allah membiarkan mereka dalam hal yang mereka anggap baik, padahal mereka dalam kehancuran.
Dalam konteks masa kini, para perusak ini pun banyak. Ada perusak sistem yang baik, termasuk merusak NKRI yang merupakan hasil perjuangan para ulama dan seluruh komponen perjuangan. Tuan Guru Bajang menganjurkan andaikan ada kerabat, teman, atau keluarga yang biasa mencari kesalahan dan merusak, temanilah untuk diajak berubah menjadi baik. ”Kalau tidak bisa dan kita khawatir terbawa buruk, jauhi,” kata dia.
Tuan Guru Bajang mengatakan dunia adalah kendaraan, benda yang bisa dipakai. Tidak ada orang yang bisa sampai pada keridhaan Allah tanpa melalui dunia. “Gunakanlah dunia sebaik-baiknya untuk mendapat ridha Allah” tutupnya.
Kontributor: Mufatihatul Islam
Editor: Muhammad Nashir