Suaramuslim.net – Beberapa pertanyaan mengenai zakat seringkali menimbulkan kebingungan saat ingin menunaikannya. Salah satunya tentang bolehkah membayarkan zakat dengan barang? bagaimana Islam memandang zakat yang dibayarkan dengan barang? Berikut ulasannya.
Ibnu Taimiyah rahimahullah ditanya, “Bagaimana dengan hukum orang yang mengeluarkan zakat dengan qimah (sesuatu yang senilai dengan kewajiban zakat semisal uang)? Karena jika dikeluarkan dengan qimah akan lebih bermanfaat untuk orang miskin. Seperti itu boleh ataukah tidak?”
Ibnu Taimiyah menjawab, “Mengeluarkan zakat dengan qimah dalam zakat, kafaroh dan semacamnya, maka telah ma’ruf dalam madzhab Malik dan Syafi’i akan tidak bolehnya. Sedangkan Imam Abu Hanifah membolehkan. Adapun Imam Ahmad rahimahullah dalam salah satu pendapat melarang mengeluarkan zakat dengan qimah. Namun di kesempatan lain Imam Ahmad membolehkannya. Ada sebagian ulama Hambali mengeluarkan perkataan tegas dari Imam Ahmad dalam masalah ini dan ada yang menjadikannya menjadi dua pendapat.
Sebab Dilarangnya Membayar Zakat dengan Barang
Pendapat terkuat dalam masalah ini, mengeluarkan zakat dengan qimah (nilai) tanpa ada kebutuhan dan maslahat yang lebih besar jelas terlarang. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menetapkan zakat dengan dua unta atau 20 dirham, dst dan beliau tidak beralih pada uang seharga barang-barang tadi.
Karena, jika dinyatakan boleh secara mutlak pengeluaran zakat dengan uang senilai, maka nanti si pemberi zakat akan mengeluarkan dari yang jelek dan akan memudhorotkan si penerima zakat dalam perhitungan. Karena zakat dibangun atas dasar ingin menyenangkan orang yang butuh. Hal ini dapat dilihat dari besarnya zakat yang dikeluarkan dan jenis zakat tersebut.
Adapun mengeluarkan zakat jika terdapat hajat (kebutuhan), maslahat dan keadilan, maka boleh saja dikeluarkan dengan qimah (sesuatu yang senilai). Semisal seseorang menjual kebunnya atau tanamannya dan memperoleh uang dirham. Lalu ia keluarkan zakat hasil pertanian dengan dirham tadi, ini boleh. Ia tidak perlu bersusah payah membeli buah atau gandum sebagai zakatnya. Karena seperti ini pun telah sama-sama menyenangkan si miskin. Bahkan ada nash dari Imam Ahmad akan bolehnya hal ini.
Contohnya lagi, bagi yang memiliki lima ekor unta, maka ia punya kewajiban berzakat dengan seekor kambing. Namun sayangnya, kala itu tidak ada seorang pun yang mau menjualkan seekor kambing untuknya. Akhirnya, ia mengeluarkan zakat dengan sesuatu yang senilai (qimah). Jadi ia tidak perlu bersusah payah bersafar ke kota lain untuk membeli kambing.
Atau contoh lain, seseorang yang berhak menerima zakat (semisal fakir miskin) meminta agar diberikan sesuatu yang senilai dengan harta zakat, lalu mereka diberi seperti itu atau ini dirasa lebih bermanfaat bagi orang miskin, maka itu boleh. Sebagaimana dinukil dari Mu’adz bin Jabal bahwa ia berkata pada penduduk Yaman, “Berikan padaku pakaian atau baju yang mudah dan baik menurut kalian yang nanti akan diserahkan pada orang Muhajirin dan Anshor di Madinah.” Ada yang mengatakan riwayat tadi membicarakan masalah zakat dan ada yang mengatakan pada masalah jizyah (upeti).”
Demikian perkataan Ibnu Taimiyah yang dituliskan dalam Majmu’ Al Fatawa. Semoga bermanfaat.
Kontributor: Mufatihatul Islam
Editor: Muhammad Nashir