Suaramuslim.net – Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik hamba Allah adalah orang yang membuat orang lain mengingat Allah saat melihatnya. Dan seburuk-buruk hamba Allah adalah mereka yang berjalan ke sana ke mari menyebarkan fitnah, yang menyebabkan perpisahan di antara orang-orang yang saling mencintai, yang berusaha mendatangkan kesulitan kepada orang-orang yang tidak bersalah.”
Berdasar hadits di atas, ada dua tipe seorang hamba di mata Allah SWT. Pertama, hamba terbaik yaitu mereka yang mampu membuat orang lain mengingat Allah ketika melihat mereka. Kedua, hamba terburuk yaitu mereka yang suka menyebarkan fitnah dan mendatangkan kesulitan bagi orang yang tidak bersalah.
Hamba Allah Terbaik
Menjadi hamba Allah dengan predikat terbaik menjadi dambaan setiap muslim. Predikat terbaik di sisi Allah adalah capaian tertinggi seorang muslim sebagai seorang hamba. Tidak ada posisi yang lebih mulia dalam kehidupan seorang muslim kecuali Allah benar-benar telah menetapkan orang tersebut sebagai kekasih-Nya.
Hamba terbaik di mata Allah bukanlah semata seorang yang mampu menjalankan perintah Allah dengan istiqamah dan menjauhi segala larangan-Nya secara sungguh-sungguh, melainkan mereka yang mampu membuat orang lain senantiasa mengingat Allah (dzikrullâh) dalam situasi dan kondisi bagaimanapun, baik hati, pikiran, maupun tingkah lakunya.
Barometer hamba terbaik di mata Allah tidak lagi didasarkan pada kesholehan individu semata. Tapi, bagaimana kesholehan individu mampu menarik orang-orang di sekitarnya untuk senantiasa melakukan dzikrullâh.
Hamba terbaik senantiasa memancarkan cahaya ilahi dan menyinari orang yang berada di sekelilingnya. Siapa pun yang terkena pancaran nur ilahiah ini, sedikit banyak, akan mengalami perubahan kepribadian. Tak jarang mereka kemudian berbalik arah menjadi seorang alim, taat, dan istiqamah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Hamba terbaik adalah Nabi Muhammad. Sebagai seorang utusan Allah, Nabi Muhammad menjadi cermin dan teladan bagi umat Islam. Keteladanan Rasulullah diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Ahzâb ayat 21: “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”
Untuk saat ini, hamba Allah terbaik, di antaranya, direpresentasikan oleh para kiai, habib, tuan guru, dan lainnya. Sebagai pewaris para nabi, ulama-ulama tersebut tidak saja bertugas menyampaikan pesan-pesan ilahiah, melainkan juga “menyucikan” hati umat yang penuh dengan kerak kotoran. Mereka adalah panutan umat dalam banyak hal di bidang kehidupan.
Ada perasaan sejuk dan tenteram setiap kali memandang wajah ulama. Tidak ada rasa bosan dan kesal setiap kali bertemu dengan para ulama. Inilah mengapa setiap kali kita memandang mereka, tiba-tiba timbul keinginan untuk meneladani dan menjadi seperti dia. Yaitu menjadi seorang hamba yang semakin dekat dengan Allah.
Yang perlu disadari bersama, tidak ada keharusan menjadi “ulama” untuk menjadi hamba terbaik di sisi Allah. Siapa pun identitas dan latar belakang sosial kita, kita memiliki hak yang sama untuk menjadi hamba Allah terbaik. Syaratnya tentu bagaimana menjadikan orang-orang di sekeliling kita istiqamah mengingat Allah setiap kali melihat diri kita.
Untuk mencapai taraf itu, keteladanan yang baik (uswah hasanah) dalam pikiran, sikap, maupun tindakan, menjadi syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap hamba manakala berharap menjadi kekasih Allah, menjadi hamba terbaik di sisi-Nya dan di sisi manusia.