Inilah Makna Toleransi Menurut Islam

Inilah Makna Toleransi Menurut Islam

Inilah Makna Toleransi Menurut Islam

Suaramuslim.net – Akhir-akhir ini, makna toleransi jadi sangat membingungkan. Banyak yang mengartikan, perwujudan toleransi dengan membenarkan semua agama. Lalu bagaimana Islam memandang toleransi?

Toleransi dikenal dengan istilah “tasamuh”, yang berasal dari kata “sa-ma-ha” memiliki arti tasahul (kemudahan). Artinya bisa bermakna memperbolehkan, bisa bermakna  memberikan.

Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari sahabat Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah bersabda, “Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah?Maka beliau bersabda, “Al-Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi toleran).”

Dari definisi itulah kemudian dijadikan dasar toleransi dalam Islam, bahwasanya Islam memberikan kemudahan bagi siapa saja untuk menjalankan apa yang ia mampu termasuk menjalankan apa yang diyakini sesuai dengan ajaran masing-masing tanpa ada tekanan dan tidak mengusik ketauhidan.

Meski begitu, tasamuh bukanlah menjadi alasan untuk meyakini bahwa semua agama sama benarnya seperti yang dipopulerkan oleh tokoh-tokoh pluralis. Berdasarkan ayat, “Tidak ada paksaan dalam memeluk agama. Sungguh telah jelas antara kebenaran dan kesesatan. Sebagian orang salah dalam memahami ayat ini sehingga terjebak dalam pemahaman pluralisme agama. Yaitu bahwa semua agama itu benar, dan Islam bukanlah agama yang paling benar.

Paham ini juga mengajarkan bahwa Islam memberi kebebasan kepada manusia untuk memeluk agama apa saja, dan agama apapun dapat mengantarkan pemeluknya kepada Surga.

Tasamuh justru mengajarkan kita untuk meyakini kebenaran hanya berasal dari Allah subhanahu wa ta’ala, atau dengan kata lain tasamuh menghendaki adanya pluralitas bukan pluralisme.

Tasamuh mengandung konsep yang rahmatan lil ‘alamin.  Berdasarkan surat  an-Nahl ayat 90 “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”

Islam Melarang Menyakiti Non-Muslim

Dalam Hadist, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i dari sahabat Abdullah bin Amr, “Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Bukhari juga dari sahabat Abdullah bin Amr, “Siapa yang membunuh kafir mu’ahad ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.”

Hadits yang menekankan pentingnya toleransi itu diarahkan kepada umat Islam untuk menjadi baik dan ramah kepada orang-orang non-Muslim yang telah membuat perdamaian dan kerjasama di bidang sosial, sipil, kemanusiaan, kegiatan ekonomi, politik, dan sebagainya. Dalam hadist lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang kewajiban setiap muslim untuk memberikan perlindungan terhadap kelompok minoritas non-Muslim di bawah kekuasaan Muslim (dzimmi dan mu’ahad).

Dalam Al Quran sendiri terdapat larangan menghina agama di luar Islam. Dalam surat Al-An’am ayat 108 Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.”

Kemudian dalam surat yang sangat popular Al-Kafirun ayat 6, “untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” Ayat ini turun ketika kaum kafir Quraisy mengajak Nabi Muhammad untuk menyembah tuhan-tuhan mereka.

Kaum kafir Quraisy mengatakan bahwa mereka akan mengikuti Islam asalkan Muhammad mau menyembah tuhan-tuhan mereka. Begitu turun ayat ini, Nabi Muhammad bersikap enggan mengikuti agama mereka, sembari mempersilahkan mereka beribadah.

Bahkan, pada saat wafatpun baju besi Nabi Muhammad masih tergadai di tangan salah seorang yahudi.

Aisyah radhiyallahu ‘anhaa mengatakan “Rasulullah wafat, sedangkan baju perang beliau masih digadaikan kepada seorang Yahudi dengan nilai tiga puluh sha’ gandum. ”

Bukankah jika butuh, nabi Muhammad bisa meminjam uang terhadap para sahabatnya yang kaya raya? Tetapi, disinilah, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan kepada ummatnya bagaimana bergaul dengan non-Muslim.

Kontributor: Abby Fadhilah Yahya
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment