Ketahanan Keluarga: Darurat kesehatan mental pada perempuan, anak dan remaja

Ketahanan Keluarga: Darurat kesehatan mental pada perempuan, anak dan remaja

Mendidik Mental Anak Berani Meminta Maaf
Ilustrasi interaksi anak-anak. (Ils: @mamefuk/Twitter)

Suaramuslim.net – Berita hari Sabtu 8 Oktober 2022 ada seorang mahasiswa Fakultas Komunikasi UGM bunuh diri dengan cara terjun dari lantai 11 sebuah hotel di Yogya. Belum lama juga seorang perempuan melompat dari lantai sekian sebuah mall di Jakarta. Sebelumnya, seorang ibu di Pinrang meracuni anak-anaknya setelah itu gantung diri.

Kasus-kasus bunuh diri ini telah menyita perhatian kita semua, kepekaan kita pada sesama di lingkungan terdekat mengoyak hati nurani, apakah kita telah menjadi se-individualis itu? Sehingga tidak tidak peka dengan lingkungan terdekat kita yang sedang menderita karena kesehatan mental mereka sedang terganggu.

Kesehatan mental memang tidak hanya berujung pada bunuh diri, ada banyak kasus yang terjadi di sekitar kita yang bermula dari kesehatan mental yang sedang drop. Kesedihan yang berlarut-larut termasuk pengelolaan kesehatan mental yang sedang terganggu. Introvert karena tekanan dari keluarga, teman dan suami/istri juga bagian yang lain.

Kesehatan mental atau jiwa menurut UU No. 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa merupakan kondisi saat seorang individu dapat dikatakan berkembang sehat secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi pressure, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi aktif untuk lingkungannya.

Artinya, kesehatan mental memiliki pengaruh terhadap fisik seseorang dan pada produktivitasnya.

Data dan hasil riset

Data Riskesdas (riset kesehatan dasar) 2018 menunjukkan prevelensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 6,1 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau setara dengan 11 juta orang.

Menurut penelitian Homewood Health UK, 47 persen perempuan berisiko tinggi mengalami gangguan mental dibanding dengan 36 persen laki-laki. Perempuan hampir dua kali lebih mungkin didiagnosis depresi dibandingkan dengan laki-laki.

Bersumber dari The Minds Journal, masalah kesehatan mental laki-laki adalah masalah kesehatan masyarakat yang mempengaruhi jutaan lelaki dewasa di seluruh dunia. Lelaki dewasa, terutama yang berusia 45-an ke atas, menderita berbagai gangguan mental tetapi mereka memilih untuk tetap diam.

Gangguan mental

Masalah mental (gangguan kejiwaan), seperti depresi, gangguan kecemasan, konsumsi alkohol dan obat-obatan berlebih, keinginan bunuh diri, skizofrenia, Obsessive-Compulsive Disorder (OCD) dan beberapa lainnya.

Depresi terjadi karena dipicu oleh stres dan kecemasan berkepanjangan yang menyebabkan terhambatnya aktivitas dan menurunnya kualitas fisik.

Pencegahan depresi dapat dilakukan dengan pengelolaan stres. Depresi adalah gangguan mental serius yang harusnya bisa tertangani secara medis. Menerima dan menyadari kondisi diri sendiri bahwa sedang dalam kondisi depresi itu sangat penting. Kenapa? Agar bisa tertangani lebih awal oleh ahlinya.

Stigma bahwa lelaki harus menjadi kuat dan akan dicap lemah jika depresi, harus dibuang jauh-jauh. Karena depresi ini bisa dialami siapa saja, direntang usia berapapun.

Pada perempuan, di ranah domestik, perempuan lebih banyak terlibat dalam pengasuhan anak dibandingkan lelaki. Begitu pula dengan peran perempuan yang sering mengambil tanggung jawab jika ada keluarga yang mengalami kecacatan atau lanjut usia.

Kultur masyarakat kita selalu membebankan pengasuhan anak pada perempuan saja. Padahal pengasuhan itu tugas sangat berat yang seharusnya dilakukan secara seimbang oleh ibu dan ayah.

Selain itu, lingkungan yang diskriminatif dan tidak ramah juga mampu mempengaruhi kesehatan mental perempuan. Artinya, setiap kita memiliki andil (entah itu sedikit ataupun banyak) pada kesehatan mental seseorang atau beberapa orang di sekitar kita.

Remaja dan anak-anak pun rentan dengan gangguan mental ini. Mereka begitu mudahnya depresi, terutama ketika berada di lingkungan judgement dan bullying.

Bahkan tidak jarang judgement itu dilakukan oleh kita, para orang dewasa di sekitar anak-anak dan remaja.

Copy paste anak-anak terhadap perilaku judgement orang dewasa yang kemudian membawa mereka untuk melakukan tindakan bullying. Entah berupa kata-kata, tindakan bahkan yang lebih parah bullying secara fisik.

Peran organisasi perempuan

Ada peran penting yang sangat signifikan yang bisa diambil oleh Forhati dan organisasi perempuan yaitu pencegahan dan mitigasi adanya gangguan kesehatan mental pada setiap anggota keluarga kita sendiri dan anggota keluarga di lingkungan sekitar. Memulai dari yang terdekat dengan diri kita dan yang paling mudah dijangkau.

Pencegahan dan mitigasi ini bukan program satu dua bulan, tapi selamanya. Karenanya penting untuk dipikirkan bersama, apa, mengapa dan bagaimananya.

Karena gangguan kesehatan mental ini bukan hanya tanggung jawab insan per insan, namun juga menjadi tanggung jawab pemerintah dan seluruh masyarakat sebagai bagian tanggung jawab kita sebagai hamba Allah SWT yang diamanahi menjadi insan dengan sebaik-baiknya amal perbuatan.

Khairunnas anfauhum linnas, sebaik-baik insan adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.

Jika kamu beramal baik, sesungguhnya kamu beramal baik untuk dirimu sendiri, begitulah dengan lembut Allah SWT mengingatkan kita di Q.S. Al Isra ayat 7.

Yuk bisa yuk, setiap kita saling berlomba dalam kebajikan (Q.S. Al Baqarah: 148).

Semoga Allah SWT senantiasa mengarahkan kita berada di jalan yang lurus, yaitu jalan-jalan yang Allah ridhai. Aamiin.

Salam Takzim
Evi Sufiani
Koordinator Presidium FORHATI Kota Surabaya

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment