Visi Mengganti Pancasila Menjadi Trisila dan Ekasila adalah Makar Terhadap Dasar Negara

Visi Mengganti Pancasila Menjadi Trisila dan Ekasila adalah Makar Terhadap Dasar Negara

RUU HIP Ancaman Keutuhan dan Eksistensi Pancasila
Ilustrasi Burung Garuda. (Foto: Mudanews.com)

Suaramuslim.net – Ramainya penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) semakin luas seantero negeri dan tentu saja semua sedang mencari siapa penggagas RUU HIP yang bukan saja melanggar hukum tetapi mengubah Pancasila menjadi Trisila, Ekasila dan Gotong royong merupakan tindakan makar terhadap negara.

Apalagi kemudian rumusan Pancasila tidak menggunakan Pancasila yang ada di Pembukaan UUD 1945 alinea keempat  yang telah menjadi kesepakatan dan konsensus pendiri negara ini dan telah ditetapkan sebagai dasar Negara.

Selama ini kita selalu disuguhi dengan stigma pada HTI yang ingin mengganti Pancasila walau tidak ada buktinya dan HTI harus dibubarkan. Sudah sering pemerintah mengatakan Khilafah adalah ideologi padahal Khilafah bukan ideologi tetapi sistem pemerintahan.

Bagaimana HTI bisa menganti sistem pemerintahan? Kekuasaan politik tidak punya tentara tidak punya bagaimana caranya?

Kalau ada ormas apapun yang berani menganti Pancasila yang ada di alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tentu ini adalah tidakan yang perlu diusut dan harusnya dibubarkan sesuai dengan UU Ormas.

Setelah membaca dan mendalami Visi Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP) maka sangat jelas ingin mengganti Pancasila 18 Agustus dengan Pancasila 1 Juni 1945. Berdasarkan amanat pasal 6 Anggaran Dasar Partai PDI Perjuangan adalah:

  1. alat perjuangan guna membentuk dan membangun karakter bangsa berdasarkan Pancasila 1 Juni 1945
  2. alat perjuangan untuk melahirkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ber-Ketuhanan, memiliki semangat sosio nasionalisme, dan sosio demokrasi (Trisila)
  3. alat perjuangan untuk menentang segala bentuk individualisme dan untuk menghidupkan jiwa dan semangat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Ekasila)
  4. wadah komunikasi politik, mengembangkan dan memperkuat partisipasi politik warga negara
  5. wadah untuk membentuk kader bangsa yang berjiwa pelopor, dan memiliki pemahaman, kemampuan menjabarkan dan melaksanakan ajaran Bung Karno dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

Jadi sangat jelas bahwa yang ingin diperjuangkan itu adalah Pancasila yang bisa diperas Trisila, Ekasila Bung Karno. Soekarno sendiri telah meninggalkan Pancasila yang dia pidatokan 1 Juni 1945. Sejak itu Bung Karno selalu berpegang pada Pancasila yang ada di alinea keempat UUD 1945. Buktinya Bung Karno mengatakan dalam pidatonya 17 Agustus 1963 bahwa Proklamasi dan Pembukaan UUD 1945 itu loro-loroning atunggal yang tidak dapat dipisahkan.

Di dalam pidatonya Bung Karno mengatakan:

“……. Karena itu maka Proklamasi dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah satu “pengejawantahan” kita punya isi jiwa yang sedalam-dalamnya, satu Darstellung kita punya deepest inner self. 17Agustus 1945 mencetuskan keluar satu proklamasi kemerdekaan beserta satu dasar kemerdekaan. Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah sebenarnya satu proclamation of independence dan satu declaration of independence.

Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945  adalah  satu. Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah loro loroning atunggal.

Bagi kita, maka proclamation of independence berisikan pula declaration  of independence. Lain bangsa, hanya mempunyai proclamation of independence  saja. Lain bangsa lagi, hanya mempunyai declaration of independence saja. Kita mempunyai proclamation of independence dan declaration of independence sekaligus.

Proklamasi kita memberikan tahu kepada kita sendiri dan kepada seluruh dunia, bahwa rakyat Indonesia telah menjadi satu bangsa yang merdeka. Declaration of independence kita, yaitu terlukis dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta Pembukaannya, mengikat bangsa Indonesia kepada beberapa prinsip sendiri, dan memberi tahu kepada seluruh dunia apa prinsip-prinsip kita itu.

Proklamasi kita adalah sumber kekuatan dan sumber tekad perjuangan kita, oleh karena seperti tadi saya katakan, Proklamasi kita itu adalah ledakan pada saat memuncaknya kracht total semua tenaga nasional, badaniah dan batiniah, moril, materiil dan spirituil.

Declaration of independence kita, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, memberikan pedoman-pedoman tertentu untuk mengisi kemerdekaan  nasional kita, untuk melaksanakan kenegaraan kita, untuk mengetahui tujuan dalam memperkembangkan kebangsaan kita, untuk setia kepada suara batin yang hidup dalam kalbu rakyat kita.

Maka dari itulah saya tadi tandaskan, bahwa Proklamasi kita tak dapat dipisahkan dari declaration of independence kita yang berupa Undang-Undang Dasar 1945 dengan Pembukaannya itu.

“Proklamasi” tanpa “declaration” berarti bahwa kemerdekaan kita tidak mempunyai falsafah. Tidak mempunyai dasar penghidupan nasional, tidak mempunyai pedoman, tidak mempunyai arah, tidak mempunyai “raison d’etre”, tidak mempunyai tujuan selain daripada mengusir kekuasaan asing dari bumi Ibu Pertiwi.

Sebaliknya, “declaration” tanpa “proklamasi”, tidak mempunyai arti. Sebab, tanpa kemerdekaan, maka segala falsafah, segala dasar dan tujuan, segala prinsip, segala “isme”, akan merupakan khayalan belaka, angan-angan kosong melompong yang terapung-apung di angkasa raya.

Tidak, saudara-saudara! Proklamasi Kemerdekaan kita bukan hanya mempunyai  segi negatif atau destruktif saja, dalam arti membinasakan segala kekuatan dan kekuasaan asing yang bertentangan dengan kedaulatan bangsa kita, menjebol sampai ke akar-akarnya segala penjajahan di bumi kita, menyapu bersih segala kolonialisme dan imperialisme dari tanah air Indonesia, tidak, proklamasi kita itu, selain melahirkan kemerdekaan, juga melahirkan dan menghidupkan kembali kepribadian bangsa Indonesia dalam arti seluas-luasnya:

Kepribadian politik, kepribadian ekonomi, kepribadian sosial, kepribadian kebudayaan, pendek kata kepribadian nasional. Kemerdekaan dan kepribadian nasional adalah laksana dua anak kembar yang melengket satu sama lain, yang tak dapat dipisahkan tanpa membawa bencana kepada masingmasing.

Sekali lagi, semua kita, terutama sekali semua pemimpin,harus menyadari sangkut-paut antara Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945:

Kemerdekaan untuk bersatu kemerdekaan untuk berdaulat. Kemerdekaan untuk adil dan makmur, kemerdekaan untuk memajukan kesejahteraan umum, kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemerdekaan untuk ketertiban dunia, kemerdekaan perdamaian abadi, kemerdekaan untuk keadilan sosial, kemerdekaan yang berkedaulatan rakyat, kemerdekaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, kemerdekaan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, kemerdekaan yang berdasarkan persatuan Indonesia, kemerdekaan yang berdasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmatkebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, kemerdekaan yang mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Semua ini tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, anak kandung atau saudara kembar daripada Proklamasi 17 Agustus 1945.

Kita harus memahami apa yang terkandung dalam Preambule UUD 1945, adalah jiwa, falsafah, dasar, cita-cita, arah, pedoman, untuk mendirikan dan menjalankan Negara Indonesia.

Dari uraian Bung Karno dalam pidatonya maka kemerdekaan ber-Pancasila tidak mengunakan rumusan Pancasila 1 Juni tetapi rumusan Pancasila yang ada di alinea keempat Pembukaan UUD 1945.

Jadi jelas, visi PDIP itu menditorsi dan sekaligus tidak berdasarkan Pancasila yang sah, maka dari itu PDIP wajib diproses hukum karena telah mengubah Pancasila 18 Agustus 1945 yang merupakan dasar negara.

Prihandoyo Kuswanto
Ketua Rumah Pancasila
Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment