Suaramuslim.net – Zaman berganti, masa terus berubah, dan dunia pun bergerak mengikutinya. Perubahan sudut pandang manusia tentang kehidupan dan cara menjalaninya turut mengarahkan ke arah mana perubahan itu bermetamorfosa. Kala kebutuhan manusia hanya berkutat pada masalah pemenuhan primer saja, yaitu sandang, pangan, dan papan, maka peradaban manusia pada masa itu menggiring umatnya membentuk zaman pertanian dan peternakan.
Lalu seiring waktu ditemukanlah teknologi yang memudahkan kehidupan manusia. Teknologi yang diyakini akan mampu meningkatkan kualitas hidup manusia. Hasil pertanian tak lagi dipandang sebagai bahan produksi akhir, namun dapat ditingkatkan kualitasnya menjadi lebih bernilai jual. Aspek teknologi yang diterima oleh masyarakat mengharuskan produksi massal terhadap produk terkait.
Oleh karena itu berdirilah pabrik-pabrik. Dan itu menandai pergantian fase zaman, dari pertanian menjadi industri. Dan kini, seperti yang kita ketahui bersama, fase tersebut terus berproses hingga sekarang. Banyak ahli yang menamai zaman sekarang sebagai zaman informasi. Berita di ujung dunia dapat segera tersiar di sisi baliknya. Internet dan sejenisnya melipat dunia bagai di ujung jari semata. Sebuah masa yang ditandai oleh makin mudahnya setiap insan mengakses kabar. Baik itu kabar yang penting, atau kabar sampah. Juga berita yang ia butuhkan, atau bahkan yang sama sekali tak ia perlukan.
Pergantian zaman ini menghadirkan tantangan yang berbeda bagi orangtua dalam menyiapkan generasi penerusnya. Karena tantangan yang berbeda pastilah membutuhkan solusi yang berbeda pula. Pada tahun 90-an, saat jumlah televisi masih dapat dihitung dengan jari, yang punya hanya dua atau tiga rumah saja dalam suatu desa. Itupun masih berdwiwarna (hitam putih, maksudnya), juga tak setiap waktu bisa menyala karena tergantung pada setrum aki, memola anak untuk belajar terasa lebih mudah dibandingkan dengan masa sekarang.
Namun sekarang, kala televisi telah ada di setiap rumah, bahkan genggaman tangan, ia menjelma menjadi magnet yang begitu kuat bagi anak-anak kita. Di sini bukan hanya televisi yang menjadi magnet, tapi juga internet, game online, gawai, dan lain-lain. Tampilan televisi dan kemudahan akses informasi menjadi lebih menarik dibandingkan penceramah yang menampilkan dogma-dogma keagamaan. Informasi yang diterima oleh generasi muda ibarat kumpulan botol madu dan racun yang tercampur menjadi satu. Yang bila tak diteliti dan difilter dengan baik akan membentuk pribadi yang sakit. Sakit secara jasmani, dan lebih-lebih lagi sakit ruhani.
Ya, kurang lebih demikianlah gambaran klise yang telah dimafhumi semua orang. Juga halnya, bahwa masalah berbeda tentu membutuhkan penyelesaian dengan pendekatan yang berbeda. Ibaratnya, menahkodai kapal di kala laut tenang tentu berbeda kala laut bergelombang penuh badai.
Bila kita melihat dalam kita Alquran, sesungguhnya Allah SWT telah mencontohkan cara mendidik anak. Yaitu hal apa sajakah yang hendaknya ditanamkan ke dalam diri anak. Ibarat tonggak yang kokoh, Allah telah memberikan contoh pendidikan yang paripurna di dalam diri Luqman kepada anaknya. Sebuah tonggak yang menekankan aspek ketahanan ruhani sebagai ujung tombak kesukesan hidup di dunia dan akhirat. Maksud sukses di sini adalah hidup yang benar dan mendapat ridha Allah SWT. Penguatan ruhani indivual ini ibarat memberikan kekokohan ruhani bagi setiap insan agar tidak mudah terombang-ambing dalam mengikuti perubahan zaman. Karena bagaimanapun, zaman akan selalu berubah seiring dengan perubahan peradaban manusia. Dan itu tidak dapat ditolak oleh siapa pun. Yang dapat dilakukan adalah menguatkan imunitas dari dari segala aspek negatif yang turut larut dalam perubahan zaman.
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang nasab dan profesi Luqman. Juga tentang masa kehidupannya. Mayoritas ulama berpendapat bahwa ia adalah seorang yang bijak dan bukanlah seorang nabi. Pendapat ini banyak banyak dikemukakan oleh para ahli tafsir. Juga banyak hadits yang menegaskan hal ini.
Keutamaan yang dikaruniakan Allah kepada Luqman adalah “hikmah”, sebagaimana termaktub dalam surat Luqman ayat 12. Apa sebenarnya hikmah itu? Ibnu Marduwaih meriwayatkan dari Ibnu Abbas, beliau berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hikmah adalah akal, pemahaman, dan kecerdasan. Sementara itu, Imam Ahmad meriwayatkan dari Mujahid bahwa hikmah adalah keterjagaan dan kebenaran dalam bertutur kata, namun tanpa label kenabian. Sedangkan Abu Hayyan Al Andalusy mengatakan, “Hikmah adalah ucapan yang dipakai untuk menasihati dan mengingatkan.”
Penguatan benteng ruhani utama yang ditekankan oleh Luqman adalah ketauhidan. Sebagaimana fiman Allah dalam surat Luqman ayat 13, “Dan ketika Luqman berkata kepada anaknya, “ Anakku, janganlah kamu menpersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar.” Pada ayat tersebut secara jelas Luqman menasihatkan kepada anaknya agar tidak menyekutukan Allah. Karena sesungguhnya inilah kunci sukses kemuliaan kita di mata Allah Swt. Bahaya dosa syirik ini telah diingatkan oleh Allah Swt dalam surat An-Nisa: 48, “ Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. Dan Dia mengampuni segala dosa lainnya, bagi orang yang dikehendaki-Nya.
Pada masa kini mudah sekali kita terjerumus dalam syirik. Mungkin pada zaman sekarang tak ada orang yang menyembah berhala atau batu. Yaitu secara terang-terangan mereka menyembah wujud kebendaan, dan meyakininya sebagi Tuhan. Yang mana perbuatan tersebut menjerumuskan dia ke dalam syirik besar. Perbuatan syirik yang secara terang-terangan menujukan ibadah kepada selain Allah. Ia memberikan kekhususan ibadah yang semestinya hanya untuk Allah untuk sesuatu lain yang ia anggap memiliki kekuatan dan derajat sebagaimana Tuhan. Na’udzu billah min dzalik. Namun dengan mudahnya akses informasi dan lingkungan yang tidak islami dapat menjadi salah satu penyebab seorang muslim terjangkit bahaya syirik ini. Rasa sombong akan kemampuan diri, ingin perbuatannya dipuji orang lain juga merupakan syirik yang tersembunyi.
Kemusyrikan dikatakan sebagai kedhaliman, karena di dalamnya terdapat perilaku yang meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Juga menjadi kedhaliman yang besar, karena sesungguhnya semua nikmat itu berasal dari-Nya. Namun kenyataannya ia malah menyembah kepada dzat selain-Nya.
Kita tentu masih ingat ramalan kiamat tahun 2012. Umat manusia sedunia dibuat heboh dengan adanya ramalan ini. Ramalan ini bermula dari terputusnya kalender penanggalan milik suatu suku. Berita ini begitu booming hingga sebagian masyarakat menjadi takut dan khawatir. Diskursus kabar ini dipercepat dan diperluas jangkauannya dengan adanya era teknologi dan informasi. Menariknya, fenomena kegelisahan ini ditangkap oleh dunia industri perfilman, hingga muncullah film “2012”. Makin hebohlah manusia sejagat raya membincangkan prediksi kiamat 2012. Sebagian percaya, hingga ada yang membuat bunker perlindungan. Sebagian lagi ragu-ragu, antara percaya dan tidak. Dan sebagian lagi tetap meyakini bahwa kiamat tetaplah peristiwa yang dirahasiakan oleh Allah. Jangankah manusia biasa, Rasulullah saja tidak mengetahui kapan kiamat tiba. Rasulullah hanya menjelaskan ciri-ciri akan datangnya kiamat. Demikianlah diceritakan dalam sebuah hadits saat Nabi ditanya oleh malaikat Jibril. Ya, disadari atau tidak, kehebohan di atas terjadi atas andil media informasi yang begitu cepat menyebarkan informasasi ke seluruh pelosok dunia.
Dalam surat Luqman pula Allah berfirman: “Kami telah memberikan hikmah kepada Luqman, yaitu: ‘Bersyukurlah kepada Allah. Siapa yang bersyukur maka sesunguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri.’” (QS. Luqman : 12). Benteng kedua untuk mengarungi perubahan zaman adalah menumbuhkan rasa syukur. Salah satu keutamaan syukur adalah Allah akan melipatgandakan nikmat bagi penerimanya. Rasa syukur yang ada di dalam dada manusia akan selalu memotivasi dirinya untuk memandang sesuatu dalam kaca mata positif. Bersyukur adalah salah satu cara pandang positif terhadap karunia yang diterima. Sudut pandang positif ini penting sekali untuk menciptakan ketenangan di dalam hati. Sesungguhnya, nikmat yang sebesar gunung pun akan selalu terasa kecil bagi orang yang tak memiliki rasa syukur. Tanpa rasa syukur, seseorang akan terjangkiti rasa tamak. Rasa ingin selalu ingin dan ingin lagi, tak pernah ada putusnya. Dan benarlah nasihat yang menyebutkan bahwa nafsu dan ketamakan manusia terhadap dunia tidak akan pernah berakhir sampai dengan mulutnya disumpal tanah. Maksudnya, sampai dia mati.
Seperti yang kita ketahui, salah satu penyakit masyarakat dan instansi pemerintahan adalah korupsi. Mengapa korupsi terjadi? Salah satunya karena tidak adanya rasa syukur di dalam dada pemiliknya. Dia memandang kecil nikmat Allah yang telah dilimpahkan ke dalam kehidupannya. Nikmat berupan rumah, kendaraan, keluarga, kesehatan, dan lain-lain. Ia melupakan itu semua. Ia terobsesi untuk meraih sebanyak-banyaknya harta di dunia. Dia tak menghargai Dzat yang telah melimpahkan segala nikmat yang telah dilimpahkan kepada dirinya. Hingga ia lupa mengucapkan syukur atas anugerahnya. Dan malah mencari harta meski dari jalan haram.
Bila dapat disimpulkan, bekal utama yang perlu ditanamkan ke dalam anak dalam rangka membekali mereka dalam mengarungi perubahan zaman adalah meningkatkan imunitas diri dari segala hal negatif yang ada di sekitarnya. Imunitas ini juga dapat menjadi filter yang bertugas menyaring segala hal yang ada di sekitarnya: bila positif diterima, dan bila negatif ditolak. Dan imunitas terbaik adalah yang datang dari yang Maha perkasa. Penjaga terbaik kehidupan adalah yang berasal dari pemilik kehidupan, yaitu Allah Swt. Oleh karena itu, iman dan takwa adalah bekal yang terbaik. Ibarat ikan di laut, dagingnya akan tetap tawar meski hidup di air asin.
Oleh: Mohammad Efendi, S.S.
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net