Inilah 5 Pemuda Muslim Idaman

Inilah 5 Pemuda Muslim Idaman

Inilah 5 Pemuda Muslim Idaman

Suaramuslim.net – Dalam buku “Majma’ al-Hikam wa al-Amtsaal” (1979: 268) Ahmad Al-Maidani mengutip salah satu bait syair menarik Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu terkait pemuda.

Kata Abu Turab (Ali):
Masa muda yang telah pergi,
tak akan pernah kembali.
Ketika uban telah tiba,
maka mau lari ke mana.

Masa muda yang telah berlalu memang tak akan kembali. Namun, sejarah gemilang para pemuda hebat bisa diteladani, utamanya bagi para pemuda muslim masa kini di tengah arus globalisasi dan era digital yang jarang menampilkan teladan pemuda bermutu dan ideal.

Karena itulah, pada tulisan kali ini, akan disajikan 5 pemuda muslim berprestasi sepanjang hayat. Namun, sebelum menulisnya satu persatu, perlu dicatat bahwa judul ini bukan bermaksud membatasi pemuda muslim hebat hanya pada sepuluh, karena memang dalam sejarah Islam contoh demikian begitu melimpah, ini semua tidak lain karena keterbatasan halaman tulisan yang membuat penulis harus memilih sepuluh saja.

Ali bin Abi Thalib (23 SH-40 H/ 559-661 M)

Siapa yang tak kenal dengan sosok legendaris ini? Sejak usia 10 tahun hingga wafat, beliau adalah sosok pejuang Islam yang tangguh. Kalau diperhatikan dengan saksama masa mudanya, pembaca akan mendapatinya sebagai pemuda idaman yang layak diteladani dalam perjuangan.

Dalam sejarah, Ali radhiyallahu ‘anhu bukan saja dikenal sebagai sahabat yang cerdas, tampan, dan kuat, tapi juga memiliki keberanian yang begitu tinggi. Ketika usianya baru 23 tahun (kalau zaman sekarang mungkin setelah lulus S-1) ia sudah berani menggambil risiko tinggi. Dengan mengganti posisi tidur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika hijrah, berarti dia siap kehilangan nyawa di tangan orang kafir Quraisy.

Lebih dari itu, di samping keberaniaan yang tinggi, dia juga pada usia yang sama mengemban misi luhur dari Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wasallam berupa mengembalikan barang-barang titipan orang-orang Quraisy kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sewaktu masih ada di Makkah. Kedua misi itu dilaksanakan dengan sangat baik dan sukses. Setelah itu, beliau selama di Madinah hampir tidak pernah absen dari gelanggang perjuangan.

Dari sosok Ali muda, para pemuda bisa meneladani nilai keberanian, kecerdasan, sifat amanah, kekuatan fisik, kezuhudan, dan etos perjuangan yang tak pernah padam.

Zaid bin Tsabit (612 – 637/15 H)

Pemuda ini tidak kalah brilian. Sejak usia dini, spirit perjuangan untuk Islam sudah membara dalam dadanya. Saat ada perintah jihad di medan perang, Zaid bin Tsabit adalah sosok remaja –atau bisa dikatakan masih kategori anak– yang ingin turut serta berjihad di jalan Allah. Namun, ia harus berlapang dada karena ditolak partisipasi akibat usia yang belum mencukupi.

Mengadulah dia kepada ibunya sambil menitikkan air mata. Melihat anaknya dirundung gulana, ibunya tak kehabisan akal. Mengingat bahwa Zaid memiliki potensi dalam bidang keilmuan, maka sang ibu mengajukan Zaid kepada Rasulullah agar bisa berkontribusi sesuai dengan bidang keahliannya.

Sebuah ide cemerlang ini, mengantarkan Zaid bin Tsabit muda kelak menjadi salah satu penulis wahyu kenamaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan, juga menjadi penerjemah bahasa-bahasa asing. Ini karena Rasulullah pernah mengamanahinya belajar bahasa asing, yaitu Suryani dan Ibrani. Bahasa Suryani dipelajari selama 17 hari, sedangkan Ibrani sekitar 15 hari.

Dari sosok Zaid muda, para pemuda muslim bisa belajar bahwa pemuda tak boleh gampang putus asa dan harus mempunyai sifat antusias yang tinggi. Ketika dia tidak mampu berkontribusi dalam suatu bidang, maka dia bisa memberikan sumbangsih perjuangan melalui potensi yang dimiliki.

Usamah bin Zaid (7 SH-54 H)

Pemuda brilian ini adalah anak dari sahabat agung yang gugur di Perang Mu’tah, Zaid bin Haritsah radhiylallahu ‘anhu. Keduanya sama-sama dicintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ada benarnya pepatah yang mengatakan bahwa buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Demikian pula Usamah, saat usianya masih tujuh belas atau delapan belas tahun, sebelum meninggalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, pemuda ini mendapat mandat penting sebagai panglima perang menuju Mu’ta tempat di mana ayahnya gugur syahid.

Meski pertempuran ini ditunda karena wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun pada masa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu misi ini dilanjutkan. Menariknya, pemuda hebat ini pada misi militer ini membawahi sahabat-sahabat kawakan seperti Abu Bakar, Umar, Ali dan lain-lain.

Dari Usamah bin Zaid, pemuda musli bisa belajar mengenai kepercayaan diri terhadap potensi, keberanian, dan terus berjuang demi Islam.

Umar bin Abdul Aziz (61-101 H/ 681-720 M)

Usia Umar ketika diangkat menjadi khalifah 34 tahun. Sebelum menjadi khalifah, usia mudanya digunakan misalnya untuk menuntut ilmu kepada ulama-ulama di masanya. Tidak mengherankan jika nanti saat menjadi khalifah beliau tidak hanya dikenal sebagai pemimpin tapi juga ulama.

Keturunan Umar bin Khattab ini juga memiliki jasa yang sangat besar dalam bidang kodifikasi hadits. Usia kepemimpinannya yang tak sampai tiga tahun, tapi rakyat merasakan kesejahteraan dan keadilan yang begitu melimpah. Sampai pada zamannya tidak ada yang mau menerima zakat.

Dari Umar, para pemuda muslim bisa belajar tentang kepemimpinan, kezuhudan, kedermawanan dan kesungguhan dalam menuntut ilmu.

Harun Ar-Rasyid (149-193 H/766-809 M)

Beliau adalah salah satu khalifah era Abbasiyah yang cukup cemerlang. Tampuk kekuasaan dipegangnya ketika berusia dua puluh lima tahun. Meski relatif muda, namun kondisi masyarakant pada zamannya bisa dibilang makmur. Dalam hidupnya beliau dikenal rajin ibadah dan dermawan.

Selama masa pemerintahannya, dia tercatat menunaikan haji sebanyak sembilan kali. Bila tidak bisa menunaikannya, maka ia memberangkatkan 300 orang untuk haji. Kisah lain yang terkenal terkait dirinya adalah menunaikan haji setahun dan perang satu tahun.

Pada masanya, kesejahteraan begitu melimpah. Sebagai contoh, pemasukan pemerintah pada eranya mencapai 70.150.000 dinar. Melihat kiprah Harus Ar-Rasyid yang demikian cemerlang, maka para pemuda muslim bisa belajar kepadanya mengenai kepemimpinan, jihad, ibadah dan kedermawanan.

Benar angan-angan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, umat Islam saat ini butuh pemuda-pemuda tangguh dan hebat yang siap berjuang demi Islam. Dalam lembaran sejarah umat Islam, teladan-teladan pemuda hebat begitu melimpah, tinggal kita sendiri mau atau tidak meneladani mereka.

Oleh: Mahmud Budi Setiawan, Lc*
Editor: Oki Aryono

*Tim Konten AQL Ustadz Bahtiar Nasir dan alumnus univ. Al Azhar Mesir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment