Suaramuslim.net – Beberapa Muslim Indonesia, memutuskan untuk melanjutkan studinya di luar negeri. Tidak ketinggalan di antara mereka, wanita-wanita Muslimah yang juga ingin mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru memberanikan diri untuk terbang seorang diri, menjelajah jarak ratusan kilometer, salah satunya Nabilla Sabban yang memilih Inggris. Berikut kisahnya.
Nabilla Sabban memiliki banyak alasan memilih Inggris untuk menjadi tempat melanjutkan studinya. Meski demikian, tak mudah bagi wanita Muslim yang berkerudung untuk berada di negeri orang. Mereka memiliki kekhawatiran yang sama. Apakah mereka benar-benar bisa diterima oleh masyarakat Barat.
Semenjak kejadian 11 September 2001 di New York dan dimunculkannya gerakan Perang Terhadap Teroris oleh Amerika Serikat, pandangan terhadap Islam sepertinya semakin sinis. Meskipun tidak secara langsung saling berpengaruh, tapi setidaknya, keadaan inilah yang kemudian memicu kekhawatiran pelajar Indonesia berjilbab untuk bersekolah di luar negeri.
Seperti yang dirasakan oleh Nabilla Sabban yang saat ini sedang menempuh program Master di Universitas Bradford. Sebulan sebelum berangkat menuju Inggris, gadis asal Ambon ini sempat merasa khawatir dengan identitas keislaman yang dipakainya, jilbab. Isu-isu miring tentang keadaan kaum Muslim di Eropa serta kerusuhan London yang baru saja terjadi beberapa bulan lalu, membuatnya semakin khawatir.
“Apalagi saya memakai jilbab. Orang-orang yang saya temui sebelum berangkat selalu berpesan untuk berhati-hati karena saya wanita Asia dan kebetulan sekali berjilbab,” ujarnya.
Selama sebulan Nabilla berusaha mempersiapkan diri untuk segala kemungkinan yang terjadi. “Sempat ada rasa takut, apakah saya akan aman disana nanti,” kata gadis yang memenangkan salah satu beasiswa bergengsi dari pemerintah Inggris itu. Orang tuanya juga sempat cemas dengan bayangan-bayangan keadaan di Eropa.
Jika memang nantinya masyarakat di tempatnya kuliah tidak menerima dengan baik wanita berjilbab, dia tetap akan menggunakan jilbab. Karena niatnya ke negara yang terkenal dengan Big Ben-nya itu bukan untuk membuat masalah, tetapi belajar.
Kekhawatiran Itu pun Sirna
Kekhawatirannya sirna. Kota tempatnya tinggal, Bradford, ternyata dijuluki sebagai Kota Perdamaian. Julukan ini datang bukan tanpa sebab, di Bradford, keberagaman sudah menjadi hal yang biasa. Meskipun warganya berasal dari latar belakang agama yang berbeda, tapi mereka bisa hidup berdampingan dengan damai.
Dia menceritakan bahwa komunitas muslim di Bradford cukup besar. Hal ini tampak dari masjid-masjid yang menurutnya banyak tersebar di kota itu. “Setelah beberapa hari berkeliling Bradford, saya dibuat kaget oleh masjid di kota ini. Sangat mudah untuk menemukan masjid,” ungkapnya.
Sepanjang perjalanan dari rumah tempatnya tinggal ke kampusnya di Universitas Bradford, ada dua sampai tiga masjid yang ditemuinya. Bentuknya mirip mushola di Indonesia lengkap dengan kubah melengkungnya.
Tapi pertanyaan-pertanyaan tentang alasan Nabilla menggunakan jilbab masih saja muncul. “Saya pernah ditanya oleh temen-teman sekelas saya yang berasal dari berbagai Negara yang berbeda seperti US, Russia dan Kenya tentang alasan saya menutup kepala saya,” ungkapnya.
Pertanyaan ini muncul karena ada juga wanita muslim yang memilih untuk tidak memakai jilbab. Dia hanya menjawab bahwa alasannya memakai jilbab berasal dari dalam hatinya, bukan paksaan dari pihak manapun.
Selain dalam hal berkerudung, memilih makanan juga menjadi tantangan yang lain lagi. Nabila harus teliti melihat label halal dalam setiap makanan yang dibelinya.Namun, diantara tantangan-tantangan itu, dia tetap berusaha untuk menjalani kehidupannya sebagai Muslim. Dia percaya Inggris juga merupakan bumi Allah ta’ala sehingga perlindungan dan kemudahan pasti akan datang.
Kontributor: Khoirun Nisa
Editor: Muhammad Nashir