Alasan Islam Melarang Berjima’ dengan Istri Ketika Haid

Alasan Islam Melarang Berjima’ dengan Istri Ketika Haid

Kegemukan dan Obesitas- Atasi dengan Cara Ini

Suaramuslim.net – Meski melayani suami adalah kewajiban istri, namun ternyata ada waktu dimana istri dilarang untuk melayani suami terutama dalam berjima’ yaitu ketika sang istri sedang haid. Mengapa demikian?

Dasar utama dalam masalah ini adalah firman Allah, “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, ’Haid itu adalah suatu kotoran’. Oleh karena itu hendaklah engkau menjauhkan diri dari  wanita di waktu haid, dan janganlah kamu mendekati mereka sampai mereka suci. Apabila mereka telah bersuci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.” (QS. Al Baqarah: 222).

Para ulama sepakat bahwa seorang laki-laki tidak boleh menggauli istrinya yang sedang haid dengan cara berjima’, dan itu merupakan dosa besar. Berkata An-Nawawi  di dalam Syarh Shahih Muslim (3/204), “ Menggauli istri (pada saat haid) di kemaluannya hukumnya haram menurut kesepakatan kaum muslimin dengan dalil nash Al Qur’an dan Sunnah yang sahih. Berkata para sahabat kami, “Seandainya seorang muslim menyakini bolehnya berjima’ dengan wanita haid, maka dia telah kafir murtad. Jika dia berjima’ dengannya secara sengaja, padahal tahu dalam keadaan haid dan tahu keharamannya, dan atas pilihannya sendiri, maka dia telah melakukan dosa besar.“

Ulama Berbeda Pendapat tentang Hukum Menggaulinya selain Berjima’

Pendapat pertama mengatakan, suami tidak boleh menggauli sedikitpun dari badan wanita haid, artinya seluruh badannya haram bagi suaminya. Riwayat tersebut berasal dari Ibnu Abbas dan Ubaidah as-Salmani.

Namun, Al-Qurthubi di dalam tafsirnya (3/87) menyatakan bahwa pendapat ini aneh, dan jauh dari kebenaran. Hal yang sama juga disampaikan an-Nawawi di dalam Syarah Shahih Muslim (3/205).

Pendapat kedua, menyatakan bahwa suami boleh menggauli dengan seluruh badan istrinya yang haid kecuali yang berada di antara pusar dan lutut. Ini pendapat Abu Hanifah dan Malik. Dalil mereka sebagai berikut. Dari hadist Aisyah radhiyallahu’anha, ia berkata, “Rasulullah memerintahkan kepadaku agar memakai kain sarung kemudian aku memakainya dan beliau menggauliku.” (HR. Bukhari, 300)

Kemudian, hadits Maimunah radhiyallahu’anha ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggauli istri-istrinya di atas sarung sedangkan mereka haid.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Pendapat ketiga menyatakan bahwa suami boleh menggauli dengan seluruh badan istrinya yang haid, kecuali tempat keluarnya darah haid, yaitu kemaluannya. Ini pendapat Asy-Syafi’i yang shahih. An-Nawawi mengatakan bahwa pendapat ini paling kuat dalilnya.

Berisiko Terkena Penyakit Menular

Larangan berjima’ saat haid ternyata sejalan dengan tinjauan medis. Jika ditinjau dari sisi medis, berhubungan seksual dengan istri saat mengalami haid dinilai sangat berisiko. Hal itu dikatakan oleh dr. Irvandi yang dilansir TribunStyle dari laman Alo Dokter.

Menurutnya, berhubungan seksual saat haid berisiko lebih tinggi terkena penyakit menular seksual dibandingkan melakukan hubungan intim di luar masa menstruasi. Karena saat menstruasi, kondisi leher rahim akan terbuka lebih lebar. Sehingga memungkinkan darah untuk masuk ke dalamnya. Hal itu, lanjutnya, memudahkan bakteri untuk menuju rongga panggul.

Kontributor: Mufatihatul Islam
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment