Suaramuslim.net – Allah menciptakan manusia ke dunia ini hakikatnya hanya untuk beribadah. Selain manusia, Allah juga menciptakan makhluk lainnya seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, dan malaikat. Makhluk-makhluk itulah yang senantiasa bertasbih, berdzikir kepada Allah. Sedangkan manusia yang diberi anugerah sebuah akal yang membedakan dirinya dengan hewan apakah juga selalu berdzikir?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ”
Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu dia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Permisalan orang yang berdzikir mengingat Rabb-nya dengan orang yang tidak berdzikir mengingat Rabb-nya seperti (perbandingan) orang yang hidup dengan yang mati.” (HR. Al-Bukhari).
Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnul Qayyim mengibaratkan dzikrullah (berdzikir kepada Allah) bagi seorang mukmin adalah seperti nafas bagi makhluk hidup atau layaknya air bagi ikan. Maka seorang muslim atau muslimah yang tidak berdzikir adalah ibarat seseorang yang sudah tidak bernafas atau bagaikan ikan yang dijauhkan dari air, apa jadinya? Tentu saja mati, bukan? Karena memang hidup hakiki dalam konsep Islam adalah ketika seseorang itu senantiasa sambung dan berhubungan dengan Allah melalui dzikir yang banyak dan benar, serta berbagai ketaatan yang lain.
Disamping itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda bahwa, hidup yang tidak diisi dengan dzikrullah, adalah hidup yang terlaknat, dengan makna terjauhkan sejauh-jauhnya dari rahmat Allah Ta’ala. Lalu, apa arti hidup jika demikian halnya?
قَال سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “أَلَا إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ”
(Abdullah bin Dhamrah) berkata: aku telah mendengar Abu Hurairah berkata: aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ” Ketahuilah sesungguhnya dunia itu terlaknat (terjauhkan dari kebaikan dan rahmat Allah) dan segala isinya pun juga terlaknat, kecuali (yang diisi) dzikir kepada Allah dan apa yang berkaitan dengannya, dan orang yang alim atau orang yang belajar.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ad-Darimi).
Ditambah lagi bahwa, hanya dengan dzikrullah-lah secara benar, baik dan konsisten, hati-hati kita akan selalu tenang, tenteram, damai dan stabil. Dan itu merupakan landasan dan modal dasar utama untuk bisa menggapai hidup bahagia dan sejahtera secara hakiki, baik di dunia maupun di akhirat.
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan berdzikir mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan berdzikir mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS. Ar-Ra’d: 28).
Oleh karena itu, Teladan kita Baginda Sayyidina Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dulu senantiasa berdzikir kepada Allah dalam segala kondisi, situasi dan keadaan.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ
Dari Aisyah dia berkata, “Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu berdzikir kepada Allah dalam semua keadaannya.” (HR. Muslim).
Pengertian Dzikrullah (Dzikir kepada Allah)
Istilah dzikrullah (berdzikir kepada Allah) memiliki dua makna, yang kedua-duanya diperintahkan untuk kita penuhi, yaitu: dzikrullah dengan arti: mengingat Allah, dan yang kedua: dzikrullah dengan makna: menyebut Allah melalui nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serta bukti-bukti keagungan dan kemuliaan-Nya. Dzikrullah dengan arti dan makna pertama bisa semakna dengan istilah muraqabatullah (mengingat, menyadari dan memperhatikan pengawasan Allah), sebagaimana dalam hadits Jibril ’alaihis-salaam:
قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِحْسَانِ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Dia (Jibril as.) bertanya, ‘Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan itu apa? ‘ Beliau (Rasulullah SAW.) pun menjawab: “Kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak bisa melihat-Nya, maka (ketahuilah) sesungguhnya Dia melihatmu” (HR. Muslim dari ‘Umar bin Al-Khaththab ra.). Namun arti yang lebih umum digunakan adalah arti kedua, yakni menyebut nama-nama Allah melalui tasbih, tahmid, takbir, tahlil, dan lain-lain, yang di dalamnya juga terkandung makna mengingat Allah.
Dzikir Sebanyak-Banyaknya
Terdapat banyak sekali perintah dan anjuran agar kita senantiasa berdzikir kepada Allah dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya dalam segala kondisi dan situasi, dengan kedua arti dan esensi dzikir yang telah disebutkan diatas.
“Berkata Zakariya: “Berilah aku suatu tanda (bahwa isteriku telah mengandung)”. Allah berfirman: “Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari” (QS. Ali ‘Imraan: 41).
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang” (QS. Al-Ahzaab: 41-42).
“Apabila telah ditunaikan shalat (Jum’at), maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah (berdzikirlah) Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS. Al-jumu’ah: 10).
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal; (yaitu) orang-orang yang mengingat (berdzikir) Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali ‘Imraan: 190-191).
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar (jujur), laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS. Al-Ahzaab: 35).
Esensi Seluruh Ibadah Adalah Dzikir
Dzikrullah adalah landasan, motivasi, isi, esensi dan sekaligus tujuan seluruh ibadah. Maka tingkat kualitas dan juga kuantitas ibadah seseorang sangat ditentukan oleh tingkat kualitas dan juga kuantitas dzikir dan ingatnya kepada Allah. Lalu shalat seluruhnya adalah dzikir. Puasa Ramadhan dan ibadah haji juga penuh dengan dzikir. Sementara tidak mungkin seseorang bisa menjaga komitmennya dalam menunaikan kewajiban ibadah zakat dan juga seluruh ibadah yang lainnya kecuali jika ia senantiasa ingat Allah dengan baik. Disaat yang sama, seluruh ibadah itu juga merupakan sarana terbaik untuk menggapai tingkat dzikrullah yang lebih tinggi dan lebih baik
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku. Maka beribadahlah kepada-Ku, dan dirikanlah shalat untuk mengingat (dzikir kepada) Aku” (QS. Thaahaa: 14).
Ibadah Segala Situasi dan Kondisi
Salah satu keistimewaan ibadah dzikrullah adalah bahwa, ia merupakan ibadah yang paling mungkin dilaksanakan di segala situasi, kondisi, tempat, waktu, kedaan dan lain-lain, dengan hampir tanpa penghalang atau kendala kecuali dari dalam diri sendiri. Maka maklum jika perintah dan contohnya adalah dzikir sebanyak-banyaknya di segala keadaan. Dan oleh karenanya pula, ibadah dzikrullah juga bisa berfungsi sebagai penutup kekurangan dan pengganti (dari aspek pahala, dan bukan secara hukum) bagi ibadah-ibadah lain yang terlewatkan penunaiannya.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيَّ فَأَخْبِرْنِي بِشَيْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ قَالَ: “لَا يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ “
Dari Abdullah Busr radhiyallahu ‘anhu bahwa seorang laki-laki berkata; wahai Rasulullah, sesungguhnya syari’at-syari’at Islam telah (terasa) banyak bagiku (sehingga aku takut tidak bisa memenuhinya), maka beritahukan kepadaku sesuatu (amalan) yang dapat aku jadikan sebagai pegangan (yang bisa menutup kekurangan-kekuranganku)! Beliau bersabda: “Hendaknya senantiasa lidahmu basah karena berdzikir kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).