Suaramuslim.net – Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Karena pangsa pasar terbesar adalah umat muslim, maka banyak menjamur konsep bisnis syariah. Beberapa sektor yang mengalami perkembangan di Indonesia, bahkan dunia seperti sektor pariwisata, khususnya wisata halal. Biasanya wisata halal beriringan dengan pertumbuhan sentra kuliner di sekitarnya.
Beberapa negara selain Indonesia diketahui juga menyediakan ragam wisata khusus pelancong muslim. Demi mendongkrak jumlah wisatawan, pemerintah setempat menyediakan beragam fasilitas yang dibutuhkan oleh umat Islam. Seperti tempat ibadah, restoran atau rumah makan halal, pusat belanja dan sebagainya.
Di Surabaya misalnya, saat ini banyak menjamur sentra kuliner dengan ragam model. Mulai berkonsep kedai, warung tegal, kafe, food court, dan restoran. Meski demikian, tidak semua tempat kuliner yang ada di Surabaya itu menyajikan makanan halal. Sehingga, bagi umat muslim, sebaiknya berhati-hati dalam memilih tempat makan agar terhindar dari makanan haram.
Sayangnya seringkali konsumen tertipu dengan label bertuliskan halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Faktanya, ditemukan kasus pencantuman label halam di sebuah tempat makan yang belum pernah diperiksa oleh pihak berwenang, MUI. Ada juga restoran yang tetap menyertakan label halal meski pihak MUI tidak memberikan sertifikat halal dikarenakan proses pembuatannya yang masih menggunakan sake dan mirin (sejenis khamar).
Jenis makanan yang masih diragukan kehalalannya
Secara umum status kehalalan makanan modern terbilang rentan alias masih diragukan. Alasan utamanya karena bahan yang dipakai kebanyakan berasal dari negara-negara non muslim. Contohnya dalam masakah cina yang proses pembuatannya kebanyakan menggunakan lemak babi dan arak, baik dalam bentuk arak putih maupun arak merah (ang ciu). Kie kian yang sering dipakai dalam pembuatan capcay juga melibatkan lemak babi.
Begitu halnya dengan masakan Jepang dan sejenisnya yang umumnya memanfaatkan sake dan mirin. Kedua bahan tersebut termasuk golongan khamar, sehingga masakan yang dibuat menggunakan sake dan mirin haram bagi umat Islam.
Masakan Barat juga rawan kehalalannya karena banyak menggunakan keju (status kehalalannya syubhat), wine (khususnya masakan Perancis), daging yang tidak halal, buillon (ekstrak daging), wine vinegar, dll.
Masih banyak dijumpai restoran, warung, penjual kaki lima yang masih menggunakan ang ciu (anggur merah) sebagai bahan campuran pembuatan seafood, nasi goreng, dll. Bahkan ada juga oknum yang memanfaatkan arak untuk merendam ayam sebelum diolah.
Tips memilih tempat makan yang terjamin status halalnya
Sebagai konsumen, khususnya umat Islam, harus selalu waspada dan teliti untuk memilih tempat makanan. Ini dilakukan agar kita terhindari dari makanan yang tercampur bahan haram ataupun proses pembuatannya diragukan.
Jika kita hendak makan di restoran atau rumah makan, hal pertama yang bisa kita lakukan adalah dengan mengecek status kehalalan melalui laman resmi MUI, www.halalmui.org. Sayangya, belum semua tempat makan yang memiliki sertifikat halal dari MUI. Sehingga kita perlu memperimbangkan beberapa hal.
Dilansir dari Halal Watch, Anton Apriyantono telah menjabarkan beberapa petunjuk yang bisa kita pakai agar terhindar dari tempat makan tidak halal.
Pertama, Jika kebetulan tempat makan yang kita kunjungi tidak terdata di list laman MUI, maka jangan sungkan untuk menanyakan ke petugas setempat apakah makanan atau minuman yang disajikan itu halal. Jangan terkecoh dengan label atau tanda halal yang terpajang di tempat makan, karena bisa jadi itu hanya upaya pemilik tempat makan untuk mengelabuhi pembeli.
Kedua, hindari tempat makan yang menyajikan masakan haram seperti babi dan sejenisnya. Jangan pula makan di tempat yang menyajikan masakan halal bercampur dengan masakan haram seperti produk babi atau minuman keras. Meski mereka mengklaim telah memisahkan proses memasaknya, namun kita tetap berhati-hati. Karena bisa jadi suatu ketika tanpa sengaja tercampur bahan maupun tempat pengorengannya. Tidak ada jaminan bahwa masakan yang disajikan tidak bercampur dalam pembuatannya dengan masakan yang haram
Ketiga, perhatikan tulisan-tulisan tertentu yang ada di daftar menu. Misalnya di area food court ada sederet penjual makanan. Jika tempat makan yang kita tuju bertuliskan ‘Pork’ segera hindari. Atau kita bisa juga mengajukan pertanyaan “Apakah dalam pembuatan masakan di restoran ini menggunakan ang ciu?” Jika ternyata iya, maka kita bisa meninggalkan tempat makan tersebut.
Kontributor: Siti Aisah
Editor: Oki Aryono
*Lulusan S1 Ilmu Komunikasi Unair