Suaramuslim.net – Wanita shalihah itu bernama Hajar, ia adalah putri dari salah satu raja Mesir yang tertawan oleh Fir’aun yang pada akhirnya menjadi budak dari Sarah (isteri pertama Nabi Ibrahim). Karena buah hati penerus dakwah Nabi Ibrahim AS yang dinantikan tidak kunjung datang hingga usia menjelang 80 tahun, maka Sarah menyerahkan Hajar untuk dinikahi oleh Nabi Ibrahim menjadi isteri keduanya. Benarlah, tidak lama berselang lahirlah Ismail, putera yang dinantikan setelah diusianya menginjak 80 tahun. Subhanallah,
Hajar yang terdidik dengan baik sebagai Muslimah oleh keluarga Nabi Ibrahim AS, menunjukkan keikhlasan, ketundukan dan kepatuhannya kepada perintah Allah SWT tanpa disadari menjadi gerbang bagi keturunan Nabi-nabi Allah SWT hingga Rasulullah Muhammad SAW.
Ujian demi ujian dilalui Hajar, bahkan diluar nalar kita sebagaimana muslimah pada umumnya. Bagaimana tidak, setelah melahirkan Ismail yang masih bayi, ia harus tinggal bersama bayinya jauh disebuah gurun yang sepi tanpa seorang manusiapun, tanpa persediaan air yang cukup, tanpa tahu berapa lama harus tinggal dan ternyata Nabi Ibrahim harus kembali melanjutkan dakwahnya di Palestina.
“Ya Ibrahim, kepada siapa kau meninggalkan kami? Tidak ada seorangpun di sini.” Tanya Hajar. Tapi Nabi Ibrahim tidak menjawab pertanyaannya, khawatir jika menjawab semakin luluh hatinya. Dan perintah Allah SWT tidak menggentarkan hatinya. Hingga diulang pertanyaan yang sama kembali tapi Nabi Ibrahim tetap tidak menjawab dan terus berjalan meninggalkan Hajar. Akhirnya Hajar berhenti sejenak dan berpikir, karena keshalihan dan pengetahuan yang diberikan oleh Allah SWT, dia bertanya satu pertanyaan yang sederhana, “Ya Ibrahim, apakah Allah yang telah memerintahkanmu untuk melakukan ini?” Nabi Ibrahim tanpa menoleh kepadanya menjawab hanya dengan satu jawaban.”Ya”, sambil terus berjalan. Hingga kemudian Hajar menjadi tenang dan berkata, ”Dengan begitu Allah tidak akan membiarkan kita, Allah tidak membiarkan kita.” Dalam hatinya, dia sangat percaya bahwa Allah SWT akan menjaga Ismail yang masih bayi bersama dirinya. Sebuah keshalihan yang sulit ditemukan pada Muslimah selain dirinya, Hajar. Apalagi muslimah dimasa sekarang.
Ketika Nabi Ibrahim terus bertolak hingga sampai ke Ats Tsunayyah (sebuah tempat di Makkah) yang jauh dari Baitullah. Kemudian menghadapkan wajahnya ke arah Baitullah dan mengangkat kedua tangannya, seraya mengucapkan:
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku dilembah yang tidak mempunyai tanaman-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur”. (QS. Ibrahim: 37)
Apakah selesai ujian yang dialami Hajar? Tidak wahai Muslimah, ketika persediaan makanan dan air yang ditinggalkan Nabi Ibrahim telah habis, Ismail mulai menangis karena lapar dan haus. Hajar pun berusaha mencari air digurun itu atau mencari pertolongan, mungkin jika ada orang yang melintasinya dengan berlari-lari dari sebuah bukit yang bernama Shafa menuju bukit lainnya, Marwa. Bolak-balik hingga tujuh kali. Namun karena keyakinannya yang tinggi atas pertolongan Allah, dari hentakan kaki bayi Ismail yang sedang menangis memancarlah air yang tidak pernah dia duga sebelumnya, Zamzam.
Lambat laun tempat yang ditinggali Hajar menjadi ramai, dan buah dari keshalihannya, sebuah kota akhirnya tercipta, Makkah. Doa Nabi Ibrahim dikabulkan oleh Allah SWT, tiap tahun musim haji, tiap saat manusia berbondong-bondong ke Baitullah, jutaan jumlahnya dari berbagai penjuru dunia. Hingga kinipun tidak pernah kering sumur Zam-zam, meski sudah terambil tak terhingga liter.
Dan di sini, Hajar menjadi teladan terbaik bagi para Muslimah. Bahwa segala ujian yang datang akan membuahkan sebuah kemenangan yang nyata jika spiritualitas seorang hamba lebih dominan dibandingkan dengan kecenderungannya pada dunia. Dibarengi dengan kebersihan jiwa, keikhlasan, pengorbanan dan kedekatan dengan Allah SWT, maka semuanya akan menjadi mungkin dan gilang-gemilang hasilnya.
Imam Ghazali berkata: “Jika kalian melihat Allah menahan dunia ini darimu, terus-menerus mengujimu dengan cobaan dan musibah, ketahuilah bahwa kau mempunyai derajat yang tinggi di sisi-Nya. Dia mengujimu seperti Dia menguji para Nabi dan Rasul dan manusia-manusia terpilih lainnya. Dia mengawasimu dan tidakkah kau mendengar firman Nya?
“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan kami.” (QS. Ath Thuur: 48)
Karuniakanlah kami, para Muslimah sebuah kesabaran, keikhlasan dan pengorbanan serupa Bunda Hajar ya Allah.. meski sedikit dan tidak sebanding dengan beliau. Agar kami memahami makna pengorbanan hakiki, agar tidak lemah jiwa dan harapan kami kepada Mu di masa yang sedang melenakan kami ini ya Allah..
Maha suci Allah yang ditangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Oleh: Ratna Yuliati, S.Psi
Editor: Oki Aryono