Guru, Buah Hati dan Pintu yang Terbuka

Guru, Buah Hati dan Pintu yang Terbuka

Guru, Buah Hati dan Pintu yang Terbuka

Suaramuslim.net – Dalam sebuah keluarga terdapat permata yang begitu berharga. Permata yang selalu dijaga oleh pemiliknya. Jangankan pencuri yang hendak memisahkan permata itu dari pemiliknya, bahkan butiran debu pun akan segera dilap dengan penuh hati-hati agar kilau permata itu tetap terjaga. Segala upaya dilakukan oleh keluarga itu untuk menjaga permata tersebut. Bahkan, andaikan mereka diminta bersambung nyawa demi memertahankan permata tersebut, pilihan yang mereka ambil sudah jelas: ya, mereka siap melakoninya.

Tahukan Anda apa atau siapa permata itu? Tentu sebagian kita telah menduganya. Dengan pertimbangan bahwa tak ada harta yang perlu dipertahankan mati-matian, juga tak ada benda yang layak dipuja berlebihan, ini pastilah berkaitan dengan sesuatu yang amat berarti dan di atas itu semua.  Lalu, apakah itu? Tiada lain adalah anak, sang buah hati.

Bagi ayah dan bundanya, anak seumpama permata yang selalu dijaga setiap waktu. Bila sang buah hati bermuram durja, segera ayah dan bundanya menanyakan penyebabnya dan berusaha membuatnya kembali berseri. Bila sang buah hati jatuh sakit, tanpa berpanjang kata, segera berbagai upaya dilakukan untuk menyehatkannya kembali. Meskipun itu harus mengeluarkan biaya ekstra besar sebagai ongkos pengobatan. Ya, anak laksana permata bagi ayah bundanya. Bahkan mungkin, lebih dari sekadar permata. Namun idiom permata itulah kiranya yang pas dipilih untuk mengungkapkan betapa berharga posisi anak dalam hati kedua orangtuanya.

Seiring dengan perjalanan waktu, sang buah hati itu pun tumbuh besar. Ia tak lagi cukup untuk beraktivitas di sekitar rumah saja. Permainan bersama ayah bundanya tak lagi menarik baginya. Dan tuntutan masa depan mulai menantinya. Dan kita tahu, bahwa tuntutan membekali kecakapan hidup telah membentuk manusia modern untuk menitipkan buah hati mereka di sebuah tempat yang disebut sekolah.

Sebuah lembaga yang dipercaya akan menjadi bagian dari gerbong yang akan membawa buah hati mereka melalui masa-masa pertumbuhannya. Gerbong yang terangkai secara teratur dan di dalamnya tersaji menu-menu ilmu dan kecakapan bagi penumpangnya. Gerbong tersebut berjalan teratur melewati lini masa yang membuat penumpangnya siap untuk menatap masa depan saat kereta tersebut sampai di stasiun tujuan. Kurang lebih itulah harapan ideal orangtua pada sebuah institusi yang bernama sekolah.

Mereka Juga Anakmu

Sebagai seorang guru atau pendidik, sepatutnya mereka merasa bangga. Karena permata yang begitu berharga itu ternyata diserahkan kepada para guru untuk dijaga. Guru diberi kesempatan oleh orangtua untuk turut mendidik buah hati mereka. Ini adalah kesempatan yang sangat berharga. Dan kesempatan ini tentulah berimplikasi pada tuntutan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas kita sebaik-baiknya.

Tak dapat dipungkiri, kadang-kadang  guru telah dibuat penat oleh rutinitas yang ada. Mulai dari penyiapan lesson plan, media pembelajaran, pengajaran sesuai materi, menyiapkan alar evaluai, sampai pencetakan rapor. Hal tersebut seolah-olah membelenggu guru, sehingga kadang mereka berpikir hanya sebagai seorang penyampai pelajaran belaka. Yaitu orang yang berperan sebagai penyampai ilmu kepada siswa belaka.

Hubungan mereka dengan siswa sebatas sebagai kurir ilmu semata. Tidak lebih. mereka memosisikan siswa sebagai objek dan tujuan kegiatan kita. Mereka lupa, bahwa puluhan pasang mata yang mereka hadapi di kelas adalah manusia-manusia berhati yang butuh untuk disentuh hatinya. Anak-anak adalah juga manusia-manusia yang butuh untuk mendapatkan perhatian kita, lebih dari sekadar mendengar penjelasan kita. Mereka butuh tempat di hati kita.

Sekali waktu seorang guru perlu untuk mengunakan cara pandang orangtua terhadap anaknya saat ia berhadapan dengan siswanya. Maksudnya, guru merasa dirinya adalah orangtua dari para siswanya. Tidak ada orangtua yang tak menyayangi anaknya. Sampai-sampai ada ungkapan “Sebuas-buasnya singa, tak ada singa yang memangsa anak mereka sendiri.”  Dengan mengubah cara pandang ini, hati guru dan siswa akan lebih dekat. Antara keduanya aka nada hubungan batin yang bisa memuluskan laju komunikasi. Sebuah petuah berharga berbunyi, “Hanya sesuai yang datang dari hati yang bisa diterima hati.”

Kesempatan Mewarnai Kelurga

Menjadi sebuah kesalahan fatal bagi seorang guru bila ia hanya membangun relasi antara guru dan murid sebatas lingkup sekolah saja. Padahal sesungguhnya terdapat sebuah kesempatan yang sangat luas bagi sang guru untuk berperan lebih. Gema kehadirannya tak cukup hanya pada masalah akademik di sekolah semata, namun bisa dimaksimalkan hingga menjangkau pada keluarga si murid.

Marilah kita sadari bersama, bahwa ketika orangtua menyerahkan anaknya untuk kita didik, sesungguhnya mereka telah membuka pintu rumahnya untuk kita. Mereka telah menyediakan separuh perhatian mereka khusus kepada keberadaan kita. Mengapa demikian? Karena mereka menitipkan kepada kita anak-anak mereka. Anak yang begitu berharga bagi mereka. Sehingga sekecil apapun yang berkaitan dengan putra-putri mereka, itu akan menjadi sangat berharga dalam pandangan mereka. Dalam bahasa mudahnya, andaikan kita bertamu ke rumah mereka, mereka akan menyambut dan menghormati keberadaan kita, karena kita orang yang mendidik buah hati mereka.

Kemudahan untuk menembus langsung ke dalam keluarga inilah yang sering kurang mendapat perhatian dari guru maupun sekolah. Padahal, bila hal ini dimanfaatkan dengan baik, maka sekolah akan bisa mewarnai keluarga tersebut agar sesuai dengan visi dan misi sekolah. Dan kita sadari kesamaan visi dan misi antara sekolah dan keluarga adalah salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan. Tidaklah mungkin sekolah mampu untuk berperan optimal dalam pembentukan karakter siswa tanpa dukungan dari orangtua di rumah.

Memang, pada era pendidikan kekinian, semua orang semakin sadar bahwa keberadaan sekolah tak hanya bertujuan untuk transfer ilmu belaka. Namun juga pembentukan karakter siswa. Karena disadari oleh semua orang, bahwa karakter inilah yang amat berpesan dalam kesuksesan anak didik di masa depan. Selanjutnya, jika sekolah hanya berperan sebagai institusi penyampai ilmu belaka, mungkin sekolah akan dapat melenggang kangkung, berjalan sendirian. Namun, bila bicara tentang pembentukan karakter siswa, maka peran serta orangtua mutlak diperlukan. Karena jalan pembentukan karakter adalah pembiasaan. Dan pembiasaan mengharuskan kontinuitas prilaku di setiap waktu sehari-hari. Di mana pun dan kapan pun. Di sekolah, di keluarga, dan lingkungan tempat tinggal.

Di antara pilihan langkah yang dapat dipilih oleh sekolah adalah mengoptimalkan peran komite sekolah. Komite sekolah adalah sebuah kekuatan nyata yang ada di sekolah yang selama ini kurang dioptimalkan oleh sekolah. Hingga terkadang muncul anggapan bahwa komite sekolah hanya sekedar formalitas belaka. Dan perannya tak lebih hanya menyetempel keabsahan kegiatan sekolah belaka. Ini amat memprihatinkan. Peran Komite sekolah haruslah dioptimalkan.  Sekolah bergandengan tangan dengan komite sekolah dapat menggelar pembinaan wali murid. Materinya adalah penyamaan visi misi sekolah dengan orangtua. Bagaimana orangtua dalam bekerja, mengawasi, dan mendampingi siswa di rumah agar berjalan sesuai harapan sekolah.

Selain itu, sekolah juga dapat menggelar program home visit. Yaitu kunjungan ke rumah siswa. Maksudnya, secara terencana guru wali kelas mengunjungi siswa dan orangtuanya di rumah. Selain untuk silaturrahmi, kegiatan tersebut juga amat bermanfaat untuk menyampaikan visi dan misi sekolah agar dapat dipahami dan didukung pelaksanaannya olah orangtua di rumah. Juga guru dapat lebih mengetahui kondisi siswa di rumah. Terkait dengan kebiasaan siswa, tilawah Al Quran, shalat, dan hal-hal lainnya yang terkait dengan pembinaan karakter.

Sebagai penutup tulisan ini, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya guru memiliki jangkauan daya ubah yang luas.  Ia tak hanya mampu menjadi lokomotif perubahan siswa, namun juga mampu berdakwah rumah-rumah siswa. Hal tersebut bertujuan untuk memparipurnakan misi pendidikan siswa.

Oleh: Mohammad Efendi, S.S.*
Editor: Muhammad Nashir

* Pendidik di YLPI Al Hikmah Surabaya
* Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment